Gelagat apa itu di bawah pintu!
Perasaanku, dari mula tiada hamba yang bertamu.
Kaki tersentak dan tak jadi serong sekat, kemilau apa di bawah pintu. Ronanya abu-abu tapi berbau samar-samar rindu. Pradugaku, jangan-jangan undangan pernikahan! Ah, ternyata sah. Aku harus dengan siapa?
Benar saja, separuh tangan akan berat memikul cendera. Kalau sekadar tutur "sakinah mawaddah warahmah", semua kemayaan cukup sudah. Tak perlulah, berpegang tangan dua. Lagi, Aku harus meminjam tangan siapa?
Benar saja, Aku sudah ganti baju tapi belum dapat sepatu kaca. Aku punya hajat tapi masih belum bergerak dari damba. Aku punya almanak cantik tapi masih terbalut dengan renjana, belum terang. Terus, tunjukkanlah Aku dengan siapa?
Benar saja, undangan pernikahan itu tanggal muda. Aku tak mencintai tanggal tapi ingin mencinta sampai tua. Toh, tertera sudah keduluan mencinta. Artinya Aku tidak harus dengan siapa-siapa, kan?
Dan, Aku segera terobsesi dengan abu. Teman sejagat membakar-bakar dua cincin dan sisanya harus Aku? Ya sudahlah, Aku akan datang bersama kata ingin. Sisanya biarlah Tuhan menafsirkan.
Curup, 17 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H