Lucu sekaligus pilu saat mendengar cerita siswa menyontek ketika ujian. Lucu karena begitu banyak kode-kode unik nan kreatif yang mereka hasilkan, namun pilu melihat begitu bobroknya karakter generasi bangsa ini.
Bagaimana tidak lucu, mulai dari main mata, pura-pura batuk, lempar penghapus, kejatuhan pena, menggeser meja, mengangkat soal tinggi-tinggi, sekujur tubuh bertatokan rumus, hingga selalu izin ke toilet semuanya dijadikan dalih agar bisa menyontek.
Dan bagaimana tidak pilu jika siswa tidak malu dengan perbuatannya, sebagian guru terkesan membiarkan, memberi kesempatan, hingga memberi apresiasi berupa ranking terbaik kepada siswa. Padahal itu perilaku tidak terpuji, walaupun kesannya sederhana tapi sesungguhnya menghancurkan karakter.
Bahkan kepiluan ini begitu tertambahkan saat membaca bagian pojok bawah soal ujian:
"Selamat mengerjakan, jangan menyontek"
"Good Luck, kerjakan dengan jujur"
"Percayalah dengan dirimu sendiri"
"Jujur itu hebat"
Siswa tidak mungkin pura-pura buta dengan bacaan di atas. Guru pula tidak mungkin asal ketik. Pasti ada harapan besar agar siswa mengerjakan ujian dengan jujur. Harapannya, nilai tinggi namun dikerjakan dengan penuh kejujuran.
Apa Alasan Siswa Menyontek?
Menimbang kelucuan dan kepiluan ini, saya sengaja memberikan pertanyaan tentang alasan menyontek kepada siswa melalui grup WA. Kalau pertanyaan ini dipersembahkan kepada guru, orangtua, atau bahkan pengamat pendidikan, sudah barang tentu akan dikaitkan dengan berlonggok teori yang mereka makan.
Awalnya iseng, saya mendata sekitar 60 siswa SMP yang pernah saya ajar di tahun 2017 terkait dengan alasan mereka menyontek saat ujian. Alasan memilih mereka karena sekarang mereka sudah kelas IX dan saya juga sudah pindah dari SMP, sehingga mereka akan cenderung terbuka dalam menjawab.
Berikut adalah rangkuman jawabannya:
"Tidak yakin dengan jawaban sendiri"
"Tidak tahu, dan materi belum dipelajari"
"Takut nanti nilai rendah dan HP disita orangtua"
"Kalau nilai ujian tinggi, dipuji terus oleh guru dan teman"
"Kepepet, ada kesempatan, dan situasi mendukung"
Setelah merangkum jawaban ini, saya malah heran karena seisi grup tidak berhenti berkicau. Para siswa malah berdebat tentang pengakuan pribadi bahwa perilaku menyontek itu benar-benar salah.
Tidak cukup sampai situ, mereka pula mengaitkan perilaku menyontek itu dengan masa depan. Misalnya tentang teman yang menyontek tapi dapat juara umum di sekolah. Siswa menyontek tapi dapat beasiswa. Bahkan, salah satu siswa mengatakan bahwa "jika seperti itu, prestasi dan beasiswanya tidak berkah kan Pak?"
Jujur saja saya langsung tertegun sembari merasa tidak perlu lagi memberikan kesimpulan atas pertanyaan tadi. Toh, mereka sendiri sebenarnya sudah tahu bagaimana akibatnya jika menyontek, dan mereka juga sebenarnya tidak ingin menyontek. Tapi, kok masih menyontek? Antara malas belajar dan mau tidak mau. Huhhhh