Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Fenomena Takut Salah, Kapan Akan Berakhir?

Diperbarui: 6 November 2019   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Takut Salah. (Tempo.co)

Ada dua prinsip besar yang melingkupi banyak orang dari berbagai jenis umur. Tidak tahu pasti bagaimana kedua prinsip ini bertumbuh. Bisa jadi itu berawal dari kebiasaan dan ajaran orangtua, pengaruh teman dan guru, pengaruh lingkungan atau bahkan kondisi geografis wilayah.

Pertama: "Kalau orang lain bisa, aku juga harus bisa!"
Kedua: "Kalau masih ada orang lain, kenapa harus aku?"

Dari keduanya, manakah kiranya yang dominan?

Agaknya orang lebih banyak menganut prinsip kedua, yaitu membiarkan orang lain melakukan sesuatu hal lebih dulu. Ibarat mau masuk jurang, biarkan orang lain masuk duluan. Selama masih ada orang lain alias pengganti, maka selama itulah mereka belum akan turun tangan.

Namun, dasar jurang tidak melulu tentang batu terjal, kalajengking, serta ular kobra bukan? Entah isinya adalah kepingan emas, barang antik, atau bahkan air yang menyegarkan, semuanya bisa menjadi baik selama tawarannya baik.

Apa inikah yang dinamakan melarikan diri dari kenyataan? Mungkin saja, dan tepatnya bisa saja. Lagi-lagi ini berawal dari perasaan takut salah. Belum buru-buru mau menganggap "tidak bisa", karena nyatanya orang yang takut belum tentu salah sepenuhnya.

Takut Karena akan Dihukum, atau Belum Mau Mencoba?

Jika sedari anak-anak kita sudah takut akan salah, berarti yang menanamkan virus itu adalah orangtua dan guru. Orangtua yang terbiasa menghukum anak jika melakukan kesalahan, atau bahkan mempermalukan anak yang salah di muka umum secara tidak langsung sudah mengubah prinsip anak.

Positifnya memang ada, yaitu anak akan berusaha untuk belajar agar tidak salah. Tapi kan anak adalah biangnya salah? Kita juga, orangtua juga, semua juga pernah salah. Kesalahan bukanlah dosa besar selama belum keluar dari syariat.

Tapi, akan bahaya jika anak tidak mau lagi mencoba sesuatu karena takut salah, apalagi jika mereka sudah keduluan pesimis menebak hasilnya. Padahal belum tentu bukan?

Sering kali ini berawal dari hal-hal sederhana seperti salah taruh sapu setelah bersih-bersih rumah, salah taruh piring selepas dicuci, serta salah menggunakan baju untuk main bersama teman.

Terkait semua hal ini, rasanya anak-anak sedang belajar untuk berinovasi dengan mencoba menerka sendiri hal-hal yang belum mereka ketahui aturannya secara formal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline