Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Mendingan Jadi Pedagang Tempe daripada Harus Jadi Pembatik Daerah

Diperbarui: 3 Oktober 2019   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Aksara Kaganga yang Menjadi Corak Batik  Khas Tanah Rejang, Bengkulu. (Dokpri)

Berjumpa dengan Hari Batik Nasional di kalender tahun 2019, beberapa kali hanya membuat saya iri dan sedih. Terlebih lagi jika harus menatap batik lokal terbitan daerah sendiri. Bukan karena batik tersebut tidak indah, bukan pula karena batik itu tidak bermutu.

Batik daerah yang sejatinya dibuat dengan cara "kedaerahan", semakin hari semakin tertindih oleh tumpukan batik yang dibuat secara "kebut semalam". Terang saja, orang-orang lebih suka memesan batik yang cepat selesai, murah, kekinian, apalagi gratis. Hehe.

Adalah Batik Kaganga yang merupakan batik corak khas Tanah Rejang. Selain terkenal dengan batik Besurek, Bengkulu juga punya batik Kaganga.

Batik Kaganga mulai bertunas sekitar tahun 1985-1990 saat Pemda Provinsi Bengkulu sedang giatnya menggalakkan kerajinan kain batik Besurek yang merupakan kain batik khas kota Bengkulu.

Abjad Kaganga, Tulisan Tradisional Daerah Bengkulu. (dokpri)

Uniknya, batik Kaganga bermotif dan bertuliskan aksara Rejang. Ya, aksara yang menjadi pelajaran muatan lokal saat saya masih SD. Meskipun saat ini motifnya banyak menambah variasi seperti motif bunga Raflessia Arnoldi dan bunga Bangkai, corak aksara Rejang tetap menjadi motif yang paling terang dan mencolok.

Hanya saja, perlahan aksara Rejang mulai ditinggalkan seiring dengan meningkatnya pamor "pelajaran kekinian" seperti bahasa Inggris, Pramuka, serta Bahasa Arab. Dan sekarang, hanya beberapa orang saja yang bisa menuliskan aksara Rejang.

Itupun mesti ingat-ingat dahulu bagaimana bentuk aksara dan dimana letak titik-titiknya. Secara, setiap satu huruf Kaganga akan menghasilkan 2-4 huruf, dan setiap titik pada huruf Kaganga menjadi tanda perubahan bunyi. Seperti kata A, NTA, NCA, GANG, YANG, KAH, dan lain sebagainya.

Penghasilan Tempe Lebih Terang
Semakin ramainya produksi batik "cepat saji" membuat batik Kaganga yang dirakit secara tradisional kian terpuruk. Batik-batik instan dan murah yang terus berdatangan dari pulau Jawa seakan membangkitkan selera masyarakat untuk meninggalkan produk-produk lokal.

Jika mau dibandingkan secara kualitas, tentu batik yang dirakit dengan cara tulis atau celup lebih baik daripada batik printing. Hanya saja jika sudah berbicara masalah harga, tentu batik tulis dan celup lebih mahal bahkan berkali-kali lipat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline