Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Literasi Digital? "Maaf, Kami Tak Ada Sinyal!"

Diperbarui: 31 Juli 2019   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari Seni Mellani

"Di  Era Digital Pengetahuan dan Informasi seperti udara, yang bisa kita dapatkan hanya dengan bernapas".

Permisalan ini agaknya tepat untuk mewakili perkembangan informasi dan ilmu pengetahuan saat ini. Yang penting ada Android/PC, kuota, dan sinyal semua beres. Dari ilmu alamiah, positif, hingga "negatif" pun ada.

Mulai dari berbagai jenis buku, komik, jurnal, bahan bacaan, humor, hingga quotes yang disenangi para siswa dapat "dicomot" dalam sekejap mata. Tidak heran, mengapa kurikulum 2013 melarang guru memberikan PR kepada siswa. Karena jika jadi PR, siswa bisa benar semua karena pulang sekolah mampir ke dukun "mbah Google". 

Maka dari itu, memanfaatkan teknologi digital adalah salah satu inovasi cerdas untuk literasi anak. Tentu saja dengan pengelolaan yang baik, pengawasan yang benar, serta penggunaan yang tepat sasaran. Intinya, pemanfaatan teknologi digital tetap tidak keluar dari tujuan literasi dan pendidikan itu sendiri. Tapi, apakah program ini untuk mereka yang di kota saja?

Sejenak kita duduk dan pandang sekolah "pinggiran". Mulai dari siswa dan guru seadanya, infrastruktur seadanya, akses jalan seadanya, koleksi buku bacaan seadanya, hingga tidak ada sinyal. Lagi-lagi miris! Beberapa kali rasanya kita mendengar bangku-bangku sekolah seakan berkata "kami juga ingin maju, tapi bagaimana keadaannya, kok seperti ini? "

Keluh kesah berhamburan. Bagaimana tidak, literasi yang  diterapkan sekolah-sekolah pelosok masih berpegang pada buku lawas di saat Kementerian Pendidikan terus merevisi kurikulum dan pembelajaran. 

Jangankan inovasi pembelajaran, buku-buku revisi tahun kemarin pun banyak yang belum sampai. Lalu bagaimana kami bisa menyaingi sekolah metropolitan?

Terang saja, pemberlakuan pendidikan saat ini memiliki kesenjangan yang terlalu desentralis. Bukan semata-mata ingin menyalahkan guru atau pemerintah daerahnya yang kurang literasi, tapi keadaannya yang seolah tidak bisa dipaksakan. Mau bagaimana lagi jika sinyal pun tak ada.

Meskipun guru-guru bisa saja membawa infokus dan laptop untuk mengenalkan literasi digital di sekolah, siswa tetap akan "mandeg" karena perkara sinyal. Jangankan siswa, guru pun jadi mandeg informasi karena kendala sinyal. 

Terbukti dengan beberapa kali saya mengalami keterlambatan dalam mengumpulkan berkas administratif. Bukan ingin menapik alasan, tapi informasi yang disebar adalah via WA, yang membuat kami guru di daerah non-sinyal baru tahu infomasi setelah "turun gunung". biarpun demikian, semua yang berakar kesulitan tetap akan berbuah kemudahan. Semua pasti ada solusinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline