Pada hari itu saya, dan 5 teman saya sedang menikmati akhir pekan. Ketika sedang menyantap sarapan, kami asik ngobrol ngaler ngidul khas anak-anak muda dan ujung dari sebuah obrolan itu adalah "ikan". Hingga ada seorang dari kami mengusulkan, "hari ini kita libur nih, mancing yuk? lumayan kan ngurangin jatah belanja kita". Kami semua sih sebagai mahasiswa yang kerja paruh waktu sangat setuju dengan ajakan itu. Hingga kami memandangi satu sama lain seakan menyimpan sebuah pertanyaan. Dan memang benar, "emang ga melanggar aturan?" ucap kami serempak. "di tempat kerjaku ojisan(kakek) mamerin foto mancingnya di sungai" jawab Fauzi. "Wah kalau gitu ayo tunggu apa lagi!" lagi lagi kami mengucapnya serempak, dan bersemangat.
"Oke kita ke Hyaku¥ Shop cari pancingan!". Hingga mereka semua melupakan piring bekas makan dan saya dijadikan tumbal pencuci piring. Mereka sibuk bergegas bahkan ada yang bawa karpet kayak mau tamasya ke Cibodas tapi okelah saya yakin nanti karpet ini bermanfaat. Setelah itu kami ke Hyaku¥ Shop terdekat dan memilih pancingan yang agak kuat dikelasnya. Jangan tanya harganya, udah pasti 100 yen. Kocek yang sangat bersahabat dengan mahasiswa.
Dengan mengendarai sepeda kami berlima mencari sungai yang banyak ikannya dan sedikit orang yang lewat. Dan akhirnya setelah 20 menit bersepeda kami menemukan lokasi yang lolos kriteria. Tempatnya dibawah jembatan, dan rel shinkansen(kereta ekspress Jepang).
Sesampainya di lokasi, kami langsung survei lokasi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kang Opi berlatar yang belakang matematika langsung menghitung sudut dan kedalaman sungai. Fauzi yang pernah bekerja di kapal, mengukur arah angin dan deras sungai. Cecep yang berlatar pertanian mempelajari ekosistem sungai dan Saya kebetulan pernah belajar sedikit ilmu perikanan menganalisis jenis ikan dan perilakunya. Dan yang terakhir adalah Edi. Seorang penjual tas, dan kami semua juga bingung dia sedang ngapain. Akhirnya kami tugaskan sementara jaga sepeda kami.
Dengan data dan analisa yang kami kumpulkan, dengan pancingan yang kami miliki rasanya sulit mengingat ukuran ikan yang besar dan aliran sungai yang deras menghanyutkan umpan ikan kami yang notabene adalah nasi kepal. Seketika kami langsung menggambar strategi sederhana dengan menggunakan ranting pohon dengan pembagian tugasnya. Lagi-lagi Edi seperti kebingungan dengan raut muka seadanya. Langsung saja kami bergegas pada posisi masing-masing. 1 jam berada didalam air membuat kita kedinginan dan hampir menyerah. "Ayo kawan lebih semangat lagi lumayan ikannya gede gede" ujar Edi. Dan perburuan pun kami lanjutkan.
Ditengah perburuan kami, ada seorang kakek diatas jembatan yang memperhatikan kami. Kakek itu berteriak teriak sehingga kami pun panik dan menganggap kakek itu polisi. Kami berusaha mencerna omongan kakek itu. Entah bahasa Jepang kami yang pas-pasan, atau gigi si kakek yang udah goyang sehingga kata yang dikeluarkan tidak maksimal, sehingga kami bingung. Tapi setelah itu dia tersenyum dan pergi seperti tokoh malaikat di sinetron Indonesia. Tak lama kemudian akhirnya ada 2 ikan yang masuk jebakan. Jebakan ini kami sebut "Pojok harapan".
Bukannya langsung eksekusi kami malah bingung. Karena di rencana awal kami gak sampe sejauh ini. Karena gerakan ikan yang cepat dengan badan yang besar kami hampir kewalahan. Parahnya, udah tak terhitung berapa kali saya kencing di celana. "sepertinya gak ada cara lain" bisik Edi. "Di lu ngomong apa?" jawab Fauzi. Seketika Edi buka baju dan menunjukan identitas aslinya. Ternyata memang bener apa yang dikatakan orang-orang, pusernya banyak daki. "ssst kalian jangan bergerak ikan nya sekitar sini" ucap daki. Dan hap! dengan bajunya dia memeluk ikan yang berukuran 2kg ini dan melemparnya ke darat. Rekan rekan yang lainnya menghujami dengan batu. Ada sebagian yang menghujami dengan perkataan kasar. 5 menit berselang Edi menangkap satu ikan lagi dan melemparnya ke darat kali ini lebih sadis, kami merajam dan mencambuk ikan yang tidak terbukti bersalah ini.
Kamipun lupa kain yang melapisi ikan ini adalah baju Edi. Dengan nada menyesal "maaf yah tadi saya lepas kontrol, baju Edi sobek deh hehe" ucap Kang Opi. "Gak apa apa" Edi menjawab dengan suara fals. Dengan ukuran Ikan yang jumbo kami bingung bawanya gimana. "Oh iya tadi kan bawa karpet kita bungkus aja" ujar Cecep. Ternyata memang benar, sesuatu yang dianggap tidak penting pun pasti suatu saat akan bermanfaat, hanya cara pandang kita saja yang mendifinisikan fungsi sebagai manusia yang fungsinya pun juga terbatas. Ataupun seseorang yang di anggap tidak mampu melakukan apapun belum tentu itu salah. Dan kami pulang dengan perasaan bahagia, lelah, dan yang paling penting adalah "Uang belanja mingguan kita aman". Hari ini esok dan selanjutnya, semoga selalu bekerja sama, dan selalu bersemangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H