Lihat ke Halaman Asli

oyib sulaeman

Dosen IAILM Suryalaya Tasikmalaya

Di Balik Tabir Tubuh: Bagaimana Konsep Jiwa Menurut Plato ?

Diperbarui: 17 September 2024   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa yang sebenarnya membuat kita, kita? Apa yang membedakan kita dari sekadar kumpulan daging, tulang, dan organ? Filsuf Yunani Kuno, Plato, menawarkan jawaban yang mendalam dan menarik atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Melalui dialog-dialognya yang penuh hikmah, Plato mengajak kita untuk merenungkan keberadaan jiwa, sebuah entitas yang abadi dan tak terpisahkan dari identitas kita.

Jiwa, menurut Plato, bukanlah sekadar produk dari otak yang berpikir. Ia adalah sesuatu yang jauh lebih mendalam, lebih fundamental. Jiwa adalah bagian dari diri kita yang sejati, yang menghubungkan kita dengan dunia yang lebih luas dan sempurna, sebuah dunia yang Plato sebut sebagai "dunia ide".

Dalam pandangan Plato, sebelum kita dilahirkan ke dunia fisik ini, jiwa kita telah ada dan memiliki pengetahuan tentang bentuk-bentuk sempurna dari segala sesuatu. Dunia fisik yang kita kenal hanyalah bayangan atau refleksi dari dunia ide yang sempurna ini. Ketika jiwa terjebak dalam tubuh fisik, ia seperti seorang tahanan yang lupa akan asal usulnya yang mulia.

Plato membagi jiwa menjadi tiga bagian utama:

  1. Logistikon (Rasio): Bagian jiwa yang paling tinggi, yang berkaitan dengan akal, pengetahuan, dan cinta akan kebenaran. Bagian inilah yang memungkinkan kita untuk berpikir secara rasional, merenungkan makna hidup, dan memahami dunia di sekitar kita.
  2. Thymoeides (Semangat): Bagian jiwa yang berkaitan dengan keberanian, kemarahan, dan kehormatan. Bagian ini mendorong kita untuk bertindak, mempertahankan nilai-nilai yang kita yakini, dan mencapai tujuan yang kita inginkan.
  3. Epithymetikon (Nafsu): Bagian jiwa yang berkaitan dengan kebutuhan biologis dan keinginan fisik. Bagian ini mendorong kita untuk mencari kesenangan dan menghindari penderitaan.

Untuk mencapai kebahagiaan sejati, ketiga bagian jiwa ini harus seimbang. Jika nafsu menguasai, kita akan menjadi budak dari keinginan kita sendiri. Jika semangat terlalu dominan, kita bisa menjadi terlalu agresif dan tidak bijaksana. Sebaliknya, jika rasio terlalu mendominasi, kita bisa menjadi terlalu dingin dan tidak memiliki semangat hidup.

Plato berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk membebaskan jiwa dari belenggu tubuh dan kembali ke dunia ide. Dengan kata lain, kita harus berusaha untuk hidup sesuai dengan rasio kita, dengan terus mencari pengetahuan dan kebenaran.

Lalu, bagaimana kita bisa mencapai tujuan ini?

Plato menyarankan kita untuk mempertajam kemampuan berpikir kritis, mempraktikkan keadilan, dan mengejar kebajikan. Dengan cara ini, kita dapat mencapai keseimbangan dalam jiwa dan hidup yang lebih berarti.

Konsep jiwa menurut Plato mungkin terdengar abstrak dan sulit dipahami pada awalnya. Namun, jika kita merenungkannya dengan seksama, kita akan menemukan bahwa pemikiran Plato memiliki relevansi yang sangat besar bagi kehidupan kita sehari-hari. Dengan memahami jiwa kita, kita dapat lebih mengenal diri sendiri, membuat pilihan hidup yang lebih baik, dan menemukan makna sejati dalam hidup

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline