Slow living adalah cara hidup yang lebih santai dan membuat nyaman dalam menjalani kehidupan. Konsep hidup yang tak perlu membuat seseorang terburu-buru apalagi instan mengejar target pekerjaan.
Kondisi demikian tentunya akan membuat bahagia jiwa karena tubuh merespon sisi ketenangan. Tambahan pula, tak ada tuntutan kerja yang harus on time.
Wilayah atau kota yang cocok untuk menjalani slow living adalah yang menerapkan konsep gaya hidup eco friendly. Bagaimanapun juga, slow living idealnya akrab dengan lingkungan dan berdampingan harmonis dengan alam.
Berbicara praktik baik slow living ini, saya sangat terkesan dengan suasana di Sanbangsan dan dan Yongmeori, Seogwipo, Pulau Jeju, Korea Selatan.
Kota kecil yang tepatnya disebut desa di pesisir tenggara Pulau Jeju ini sangat ramah lingkungan. Hamparan luas lahan pertanian sayuran dan jeruk Jeju berpadu harmonis dengan bangunan dan fasilitas pendukung mobilitas warga.
Sumber makanan dari hasil pertanian dan laut yang masih fresh adalah impian menjalani slow living. Bertani di sekitar rumah, halaman, pekarangan, sistem hidroponik, dll. Hidup minim penggunaan teknologi, proses berjalan manual dengan hasil alamiah.
Misalnya, untuk menikmati sayuran sangat segar versi saladponic bisa dinikmati dari hasil tanam rumah sendiri. Lahan tanam memanfaatkan barang bekas, pupuk kompos buatan sendiri dan tanpa zat kimia.
Teknologi modern ada, tetapi tak mengganggu apalagi merusak kenyamanan lingkungan di sekitarnya. Pemanfaatan teknologi seperlunya saja.
Konsep rumah minimalis dengan space lapang. Ventilasi rumah ditata sedemikian rupa sehingga cukup pencahayaan dan hemat energi.