Lihat ke Halaman Asli

Yulius Roma Patandean

TERVERIFIKASI

English Teacher (I am proud to be an educator)

Menambah Adik Baru, Orang Tua Harus Siap

Diperbarui: 29 September 2024   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Menikah dan memiliki anak adalah dua hal yang akan terjadi dalam upaya membangun kehidupan berumahtangga. Sebagai seorang kepala keluarga dalam satu keluarga kecil berisi total 4 orang, anak adalah sesuatu yang saya idamkan sejak hari pertama usai pemberkatan perkawinan di gereja. Bagaimanapun juga, keindahan pernikahan adalah kehadiran buah hati alias anak-anak.

Sampai saat ini, keluarga kecil saya telah dikaruniai 2 orang anak. Jarak antara anak pertama (laki-laki) dengan anak kedua (perempuan) sekitar 7 tahun. Anak pertama lahir tahun 2014 dan yang kedua pada tahun 2021.

Alasan saya dan istri memberikan jarak yang cukup jauh antara anak pertama dan kedua adalah karena kami sama-sama aktif bekerja sebagai PNS. Jika anak pertama sudah bisa mandiri atau telah memasuki usia sekolah, maka kehadiran anak kedua akan kami programkan.

Nah, itu adalah alasan dasar kami. Namun, pada praktiknya, anak pertama sebenarnya menjadi pertimbangan besar. Jujur saja, ketika anak pertama telah masuk SD, kami mulai berpikir untuk menambah adik baru buat putra kami. Bahkan kami berandai-andai, semoga anak kedua nantinya itu adalah perempuan. Sehingga impas jumlah laki-laki dan perempuan dalam keluarga kecil kami.

Kami pun tak segan menyampaikan kepada putra kami, apakah mau punya adik baru. Pada awalnya, ia tidak mau. Katanya cukup dia saja, nanti uang beli mainan dan jajan terbagi dua. Sesekali ia mengatakan pula bahwa papa dan mama pasti akan lebih sayang pada adik baru karena ia belum bisa apa-apa.

Memang harus saya akui, putra pertama sangat lengket ke saya. Hampir setiap hari ia ke sekolah bersama saya. Sepulang sekolah pun, ia langsung ke tempat saya mengajar dan kami sama-sama pulang ke rumah. 

Demikianlah perbincangan untuk menambah adik baru harus kami lakukan dalam bentuk gurauan kepada anak pertama. Hingga pada akhirnya memasuki tingkat kelas 2 SD, anak pertama akhirnya mau. Dengan sejumlah kesepakatan lucu, yakni adik bari nantinya akan diberi nama oleh anak pertama. Uang jajan tidak dikurangi, belanja baju baru harus sama-sama, dll.

Ketika anak kedua lahir, hal pertama yang saya lakukan adalah mempertemukan anak pertama dengan adiknya di rumah sakit. Meskipun saat itu, ada kebijakan rumah sakit yang melarang anak-anak di bawah 12 tahun masuk kompleks rumah sakit, tetapi saya bermohon kepada satpam RS dengan pertimbangan khusus akan pentingnya anak pertama saya bertemu adik barunya.

Pertemuan anak pertama dengan adiknya hanya sekitar 5 menit di RS. Saya langsung bertanya, ini adik baru apakah kamu bahagia. Ia mengangguk saja, dan mengusulkan nama yang mirip dengan namanya. Kami sepakatilah nama tengah yang mirip, yakni Juvenilio (anak pertama) dan Juvenilia (adik baru). Kata serupa ini kami pilih karena keluarga kecil saya adalah fans fanatik Juventus. 

Dalam perjalanan kehidupan sehari-hari selanjutnya, hingga saat ini, masih seringkali anak pertama komplain bahwa ia tidak disayang lagi. Adik baru yang selalu diajak, digendong dan dibelanjakan. Papa lebih suka tidur sama adik. Sesekali, juga mereka saling berebut sarung saya kalau mau tidur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline