Gula dan garam adalah dua unsur yang selalu dicari lidah manusia. Gula membuat makanan yang masuk mulut nyaman dikunyah dan ditelan. Garam mendorong minat untuk makan lebih banyak.
Gula dan garam sejatinya baik untuk kesehatan ketika dikonsumsi dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan harian. Hanya saja, animo perkembangan membuat konsumsi gula dan garam melebihi takaran tersebut.
Aneka jenis makanan modern cepat saji selalu berbaur dengan bahan baku gula dan garam yang berlebih. Semakin lama dikonsumsi semakin enak pula terasa. Pada akhirnya, tubuh mendapatkan efek negatif dari perilaku konsumsi gula dan garam yang tak berimbang dengan kebutuhan kesehatan.
Kebanyakan gula membuat diabetes mengintai. Demikian pula garam yang terlalu banyak, tekanan darah tinggi hingga asam urat pun mengintip.
Tiga tahun yang lalu memberikan sinyal lampu kuning pada saya. Pengalaman pribadi ketika terlalu banyak konsumsi gula dan garam berefek pada sejumlah gejala yang merembet ke masalah kesehatan.
Konsumsi gula berlebih lewat makanan manis, minuman berkarbonasi, tambahan gula pada kopi mulai memberikan dampak obesitas. Perut saya mulai buncit. Ukuran celana yang sebelumnya 30 melonjak ke 36 hanya dalam waktu 2 tahun.
Obesitas bisa memicu diabetes dan hipertensi pula dan kondisi yang mirip juga ditimbulkan oleh konsumsi garam yang tidak normal.
Kelebihan konsumsi garam membuat tenggorokan terasa kering, gerah dan sedikit mempengaruhi kondisi emosional. Hal ini karena konsumsi tinggi garam penyebab rasa asin pada daging panggang, ikan bakar hingga dendeng dan ikan kering memicu hipertensi.
Emosi kadang labil, mudah tersinggung dan kerap kurang sabar.
Paling parah ketika asam urat menyapa efek konsumsi makanan asin yang berlebih.