Warga Kristen, Katolik, Aluk Todolo dan Muslim Toraja masih memelihara dengan kuat kekerabatan mereka dalam bingkai toleransi. Dalam berbagai kegiatan masyarakat, adat dan budaya, mereka saling membantu dan memelihara hidup harmonis di tengah masyarakat.
Keindahan toleransi warga Toraja terwujud dalam acara rambu solo' (kedukaan). Inilah yang saya saksikan langsung. Keluarga Kristen yang berduka banyak dikunjungi oleh warga sekitar yang Muslim.
Mereka datang berbagi duka tanpa ada kecanggungan. Saling bersalaman dan menunjukkan kehangatan kekeluargaan yang kental.
Di wilayah perkampungan Gandangbatu, suasana kekeluargaan sangat kental dalam setiap acara kedukaan. Seperti diketahui bahwa warga Nasrani dan Katolik yang berduka tentu akan mengikuti tradisi yang telah terwariskan turun-temurun.
Mereka yang non Kristen hadir di pelataran duka dengan gaya Gandangbatu. Mereka membawa baka, semacam tas dari anyaman bambu dan rotan yang dibuat seperti ember dan dibawa dengan menggantungkannya di kepala.
Di dalam baka terdapat beras, kopi atau gula. Sembako ini akan diberikan kepada keluarga berduka. Mereka yang non Kristen masih mempertahankan tradisi yang menjadi ciri khas orang Gandangbatu.
Tak ada sekat dan perbedaan selain cara berpakaian. Wanita Muslim dengan hijab bersama sanak keluarga akan langsung berbaur dengan keluarga non Muslim lainnya.
Mereka akan duduk bersama dalam petak-petak tenda yang tersedia. Ketika tiba waktu penyuguhan minuman dan kue tradisional, semua turut menikmati.
Keluarga yang berduka telah menentukan orang tertentu yang paham dalam membedakan pengajian minuman. Dalam hal ini penggunaan cangkir dan wadah lainnya yang khusus disediakan bagi warga Muslim.