Hajatan perkawinan adalah sebuah bagian peristiwa bersatunya dua insan dalam sebuah ikatan perkawinan secara dah menurut adat, agama dan negara. Terkait hajatan atau pesta perkawinan, setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing. Tradisi ini terkait erat dengan latar belakang kesukuan dan keagamaan yang dimiliki warga setempat.
Perjalanan saya kali ini terkait dengan pesta perkawinan. Lokasinya bukan di daerah Toraja, melainkan jauh di dalam perkampungan kabupaten Enrekang.
Adalah seorang rekan kerja ASN PPPK di sekolah yang akan melangsungkan akad nikah dan pesta perkawinan esok hari. Ia berdomisili di kampung Simpin, Desa Rumbia, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang.
Kami berangkat sekitar pukul 9.30 pagi melintasi perbatasan dia kabupaten, Tana Toraja dan Enrekang. Butuh waktu hampir 2 jam untuk mencapai kampung Simpin yang berjarak 57 km dari kota Makale, Tana Toraja. 5 kendaraan minibus mengangkut rekan guru dari SMAN 5 Tana Toraja untuk hadir lebih awal sebelum akad nikah dilangsungkan.
Setibanya di kampung Simpin, kami langsung disambut oleh calon mempelai dan keluarganya. Mereka langsung mengatur parkiran kendaraan di jalan daerah yang sempit.
Tak menunggu lama kami langsung diantar masuk ke rumah calon mempelai. Di ruangan tamu sudah berjejer tiga meja panjang dengan model duduk ala lesehan. Di atas setiap meja telah tersaji aneka makanan berupa kue basah dan teh.
Inilah yang dikenal dengan tradisi ma'bosara'. Meja berisi aneka kuliner dan penutup nampan yang menyerupai mahkota diyakini menjadi cikal bakal penggunaan istilah bosara'.
Tradisi ini dipengaruhi oleh agama Islam dan kebiasaan suku Bugis. Hiasan ruangan kental dipengaruhi oleh pernak-pernik berkilauan dari kain khas Bugis-Makassar. Warna kuning keemasan mendominasi rumbai dan kain hiasan depan rumah hingga ruang utama rumah mempelai perempuan sebagai tempat jamuan bosara'.