Sampah, komoditi lingkungan yang sering terabaikan dan membawa dampak negatif bagi orang-orang di sekitarnya. Kondisi ini makin meluas manakala kesadaran warga makin menipis menanganinya.
Pada umumnya, sampah diproduksi oleh rumah tangga. Akan tetapi, kebiasaan meninggalkan sampah justru datang dari kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang. Workshop, mentang, rapat dan apapun pertemuan yang berlangsung selama sehari atau lebih, sampah sudah pasti akan menumpuk.
Tumpukan sampah terjadi dari sisa kotak atau wadah snack dan makan. Bayangkan saja jika peserta kegiatan 100 orang, maka akan ada minimal 200 kotak snack dan nasi yang menjadi tumpukan sampah.
Memang biasanya panitia penyelenggara menyiapkan wadah tempat mengumpulkan sisa snack, makanan dan kotaknya. Akan tetapi, kelakuan peserta kegiatan, khususnya kegiatan yang tidak dilaksanakan di hotel, sampah akan dibuang begitu saja. Bisa di sudut ruangan, emper bangunan dan halaman.
Bagi penyelenggara pertemuan atau rapat di perkotaan, mungkin lumrah panitianya gerak cepat menangani sampah bekas snack dan makanan.
Tetapi, kondisi sedikit berbeda ketika penyelenggaraan kegiatan dilakukan di daerah. Apalagi kegiatan dilakukan bukan di hotel, melainkan bangunan seperti sekolah.
Pada umumnya, menyoal paket snack dan makanan bagi peserta rapat di daerah dipesan lewat warung. Ini berdasarkan pengamatan saya selama ini. Kotak snack dari bahan kardus dan stereoform mendominasi wadah.
Sehabis sesi coffee break dan makan siang, sisa sampah bukan hanya pada wadahnya. Melainkan sisa dari snack dan makanan itu sendiri. Sudah lumrah pula bahwa tak semua peserta rapat akan sesuai seleranya dengan paket snack dan makanan yang dihidangkan.
Rata-rata, kotak snack dan makanan masih menyisakan sepotong atau satu kue utuh di dalamnya, ditambah air kemasan. Hal serupa terjadi pada paket nasi. Tak semua peserta menghabiskan makanannya. Setengah porsi dari nasi dan lauk tersisa.