Money politic, suka tidak suka, telah mewarnai semua proses politik yang dilaksanakan di Indonesia. Tanpa budget politik, sangat susah untuk duduk di kursi parlemen. Bukan angka puluhan atau ratusan juta rupiah, tetapi angkanya hingga miliaran rupiah. Terkecuali, calon perseorangan DPD yang mungkin nilai money politic-nya rendah.
Ternyata praktik money politic ini tidak hanya pada level pakai jas dan berdasi para calon anggota legislatif. Praktik mencari suara ini justru banyak melibatkan kalangan masyarakat umum sebagai eksekutor money politic yang lebih populer dengan sebutan "serangan fajar."
Hampir seminggu terakhir, kampung saya mendadak viral karena ulah seorang tim sukses caleg. Adalah sebuah video pendek yang bukan hanya viral di media sosial WhatsApp dan Facebook melainkan viral di media-media TV nasional, seperti TV ONE, RCTI, TRANS TV, dll.
Awalnya, ketika video ini ramai beredar di grup WhatsApp, fokus warga sekitar bukan pada kasus money politic-nya, melainkan logat bahasa Duri yang terbuat dalam video.
Anak dari ibu yang ditagih mengembalikan uang serangan fajar yang merekam video. Maksud ia merekam adalah supaya memiliki pegangan manakala caleg bersangkutan menuntut suatu hari nanti. Ternyata, tak lama berselang video tersebut beredar di grup media sosial dan Facebook.
Sang anak sempat meminta kepada teman saya, yang juga seorang wartawan media online sekaligus tetangga mereka terkait video tersebut agar dihapus dari media sosial. Namun, hal itu tak bisa dilakukan karena video sudah tersebar ke mana-mana. Maka, sejak tanggal 17 Februari 2024 hingga hari ini, video pendek permintaan pengembalian uang serangan fajar dari caleg telah menghiasi layar TV nasional.
Timses caleg dalam video tersebut sebenarnya adalah seorang ibu yang merupakan warga Kelurahan Salubarani, Kabupaten Tana Toraja. Hanya saja, saat ini ia berdomisili di kampung sebelah, dusun Buasan, Desa Pana, Kabupaten Enrekang.
Sebenarnya, yang memberikan uang serangan fajar dan yang menjadi sasaran adalah keluarga dekat dan masih bisa dikatakan sebagai saudara. Mereka adalah saudara sepupu sekali. Entah siapa yang salah, sehingga tak ada satupun suara caleg PKS yang terealisasi.
Kejadiannya adalah ia meminta kembali sejumlah uang serangan fajar kepada warga yang merupakan keluarganya itu. Alasan dimintanya kembali uang tersebut karena tak ada satu pun suara dari caleg atas nama Andi Umar Muchtar, S.H yang diusung PKS pada TPS setempat. Adapun caleg atas nama pak Umar ini merupakan incumbent pada Dapil III Enrekang.
Kejadian unik ini sontak membuat kampung saya terkenal. Walaupun berada di Kabupaten Enrekang, tetapi desa Pana dan Kelurahan Salubarani hanya dipisahkan oleh sungai. Kampung Buasan dan Salubarani secara umum warganya masih sama, yakni keturunan blasteran orang Toraja dan orang Duri.