Lihat ke Halaman Asli

Yulius Roma Patandean

TERVERIFIKASI

English Teacher (I am proud to be an educator)

Mengenal Rumangan sebagai Upaya Memerangi Hama Babi Hutan

Diperbarui: 11 Desember 2023   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persiapan warga untuk melakukan rumangan. Sumber: dok. pribadi

Babi hutan masih dianggap sebagai hama tanaman di sebagian besar daerah dengan karakteristik pertanian. Wilayah kabupaten Enrekang yang merupakan salah satu daerah pertanian sayuran dan palawija, hingga kini masih sering berbenturan dengan serangan babi hutan. Topografi wilayah pegunungan berbatu dan hutan mendukung masih banyaknya babi liar di sana.

Pemicu makin liarnya babi hutan di Enrekang adalah makin tersudutnya babi hutan karena kawasan hutan sudah banyak yang berubah fungsi menjadi ladang sayur dan palawija. Sehingga, kawanan babi hutan lebih banyak berdiam diri di gua-gua dan sisa hutan yang ada di lembah-lembah sungai.

Babi hutan memang masih sangat banyak di sekitar wilayah kabupaten Enrekang. Penampakan rombongan babi hutan bisa ditemui ketika berkendara dari Makassar ke Toraja. Rombongan babi hutan seringkali ada di tumpukan sampah di pinggir jalan di sekitar Maroangin, Anggeraja, dan Alla. Kehadiran mereka ada pada waktu subuh ketika mencari makan. Seringkali pula ditemui rombongan babi hutan yang memotong jalan.

Sebagai upaya memerangi dan mengurangi serangan hama babi hutan di kabupaten Enrekang, maka warga di sana rutin melaksanakan kegiatan "rumangan".  Apa itu "rumangan"? Ini adalah metode berburu babi hutan secara tradisional menggunakan tombak. Cara kerjanya adalah warga menentukan wilayah mana yang akan menjadi sasaran perburuan babi hutan. Tombak dalam bahasa Enrekang dan Toraja disebut "doke". Selain menggunakan tombak, elemen penting yang juga dibutuhkan adalah anjing. Hari Minggu adalah hari yang dipilih sebagai waktu terbaik melakukan kegiatan "rumangan".

Pada hari Minggu pagi, 10 Desember 2023, dalam perjalanan saya ke Makassar, saya menemui sejumlah kelompok pria tengah berkumpul dengan busana kombinasi akan ke kebun dan turun ke sawah. Mereka bermodalkan parang dan sepatu laras. Ada satu pemandangan yang unik namun sedikit menegangkan bagi yang baru melihatnya. Puluhan tombak terikat di truk. Tombak-tombak ini memiliki cirinya masing-masing. Ada yang mata tombaknya polos saja dan ada pula yang mata tombaknya memiliki kait di sampingnya. Tombak ini kami kenal sebagai  "doke kanjai'" Terdapat pula tombak yang dihias rumbai dari bulu ekor kuda. 

Sebagian warga naik truk dan sisanya mengendarai sepeda motor. Warga yang naik motor pun terlihat gagah dengan bawaan tombak di punggung. Seperti akan ikut perang terbuka saja. 

Seorang warga yang akan berangkat RUMANGAN dengan tombak di punggungnya. Sumber: dok. pribadi

Pada satu kerumunan saya sempat berhenti dan meminta izin memotret mereka. Beberapa tombak telah mereka siapkan. Terdapat pula dua ekor anjing dalam kandang yang ditaruh di atas sadel motor. 

Menurut salah satu warga, terdapat enam desa yang bergabung untuk melakukan "rumangan". Ya, mirip turun perang, tapi memerangi babi hutan. Kepala desa biasanya ikut pula memimpin rombongan. Setiap kelompok membawa bekal masing-masing.

Oleh karena warga Enrekang dominan Muslim, maka hasi buruan mereka sudah pasti tidak mereka konsumsi. Biasanya hasil buruan diberikan kepada warga Toraja yang dominan Nasrani. Sudah ada perwakilan pemburu yang memiliki kenalan orang Toraja. Hasil buruan babi biasanya ditukar dengan tali, parang, tikar, baterai, senter atau barang lain sesuai kesepakatan. Tidak ada jual beli hasil buruan menggunakan uang. Selebihnya, hasil buruan diberikan kepada anjing pemburu yang telah membantu perburuan babi hutan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline