Lihat ke Halaman Asli

Yulius Roma Patandean

TERVERIFIKASI

English Teacher (I am proud to be an educator)

Kearifan Lokal Warga Simbuang yang Wajib Diketahui

Diperbarui: 7 Oktober 2023   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu sisi perkampungan di Kecamatan Simbuang, Tana Toraja. Sumber: dok. pribadi. 

Setiap suku bangsa di seluruh belahan dunia bisa bertahan hingga kini karena memiliki kearifan lokal yang membuat warganya hidup rukun berdampingan dengan alam yang ditempatinya. Demikian halnya dengan masyarakat Kecamatan Simbuang di Kabupaten Tana Toraja. Warga Simbuang masih mempertahankan kebiasaan hidup nenek moyang mereka secara turun-temurun hingga kini. 

Perjalanan pertama kali ke Kecamatan Simbuang bukan hanya memberikan pengalaman berharga akan medan yang saya lewati dan keindahan alamnya. Meskipun hanya satu hari berada di Lembang Puangbembe Mesakada, namun perjalanan itu telah turut menambah wawasan saya akan kearifan lokal masyarakat di sana. Kepercayaan/agama bagi warga Simbuang disebut Aluk.

Aluk terkait erat tatanan atau aturan kehidupan bermasyarakat berikut sanksi atau pemali bagi warga yang melanggarnya. Sehingga kepercayaan tertua orang Toraja, Aluk Todolo (aluk=agama dan todolo = nenek moyang) juga masih sangat kental dianut oleh warga Simbuang, meskipun di sana telah dianut agama Kristen, Katolik dan Islam.

Bahkan menurut informasi yang saya dapatkan, masih sekitar lebih dari 50% dari total jumlah penduduk di sana sebenarnya masih mempertahankan kepercayaan tertua di Toraja itu. Meskipun agama Kristen mulai menyebar ke berbagai pelosok Kecamatan Simbuang yang dibuktikan dengan banyaknya gereja di sana, tetapi kepercayaan Aluk Todolo masih mempengaruhi tatanan kehidupan warga Simbuang. 

Ketika memasuki Puangbembe, saya sempat melewati ruas jalan yang di bagian kiri dan kanannya sementara dibangun pondok untuk melaksanakan upacara kematian (rambu solo').

Berbicara tentang upacara/ritus kematian di Toraja, khususnya bagi kaum keturunan bangsawan (disebut ma'dika di wilayah Toraja Barat), maka ada kebiasaan yang masih dipertahankan hingga kini. 

Semua rumpun keluarga dari orang yang meninggal dan belum diupacarakan atau belum diadakan prosesi penguburannya tidak akan memakan nasi dan daging ayam.

Selama dalam masa berduka, makanan pokok bagi keluarga hanya ubi dan jagung. Istilah yang bias dipakai untuk kegiatan tidak makan nasi adalah mero' yang berarti tidak makan nasi dari beras. Ini adalah kearifan lokal yang masih dipertahankan pula oleh keluarga-keluarga bangsawan di Toraja.

Namun, secara khusus di Kecamatan Simbuang, kewajiban tidak mengkonsumsi nasi dan daging ayam tidak hanya berlaku untuk keturunan orang yang meninggal saja. Warga atau tetangga sekitar pun turut menjalankan kearifan lokal tersebut. 

Selama jenazah masih ada di rumah, maka sanak famili hanya mengkonsumsi nasi jagung hingga selesai penguburan. Jika jenazah disimpan selama dua tahun, maka selama dua tahun pula keluarganya tidak akan pernah menyentuh nasi dan daging ayam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline