Perjalanan ke UPT SMPN Satap 2 Simbuang di Lembang Puangbembe Mesakada, Kecamatan Simbuang tidak sekedar memberikan pengalaman berharga akan medan perjalanan yang harus dilalui untuk bisa tiba di sana. Ada hal lain yang menarik perhatian saya, secara khusus yang terkait dengan pendidikan di sana.
Di sela-sela perbincangan sewaktu bangun subuh, saya berkenalan dengan tiga orang ibu guru muda. Saat itu mereka bangun subuh untuk membuat kue. Sebenarnya mereka bertiga tidak mengajar di UPT SMPN Satap 2 Simbuang.
Mereka justru mengabdi di UPT SMAN 13 Tana Toraja. Kedua sekolah berbeda jenjang ini berada dalam satu lokasi. Nah, semua guru pendatang di Puangbembe Mesakada yang tidak memiliki kontrakan memilih tinggal di bekas bangunan ruang kelas SMP.
Satu ibu guru Muslim, ibu Riris ada di antara ketiganya. Dua lainnya beragama Kristen. Sekedar informasi, mesjid terdekat hanya ada di Lekke, pusat kota kecamatan Simbuang. Sementara jarak dari Puangbembe ke Lekke' sekitar 9 km.
Dua diantara ibu guru tersebut berstatus guru honorer. Seorang lagi adalah guru PNS mengajar bidang studi Pendidikan Agama Kristen. Kampungya ada di belakang lokasi patung Yesus di Buntu Burake, Makale, yaitu Lembang Lea.
Kalau ibu Riris yang berhijab berasal dari Mengkendek, Tana Toraja; maka seorang ibu guru muda lagi berasal dari Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur.
Masih ada satu lagi guru honorer yang bersama mereka, namanya bapak Syahrul Mubarak, ia juga Muslim. Ia adalah eks siswa saya dulu sewaktu mengajar di SMAN 1 Mengkendek beberapa tahun yang lalu. Namun, pak Syahrul sedang tidak ada di Puangbembe. Ia ada di kampungnya.
Lalu apa yang menjadi penyebab para guru muda ini sampai tiba di Simbuang dan bahkan betah di sana? Awalnya mereka bertiga bertugas dalam program Sulawesi Selatan Mengajar.
Program ini menyasar sekolah-sekolah di wilayah 3T di Provinsi Sulawesi Selatan. Selama kurang lebih satu tahun ajaran mereka dikontrak Pemprov Sulsel. Nah, setelah kontrak mereka habis, bukannya mereka buru-buru meninggalkan Kecamatan Simbuang.