Lihat ke Halaman Asli

Yulius Roma Patandean

TERVERIFIKASI

English Teacher (I am proud to be an educator)

Pongrea, Kampung Eksotis di Pedalaman Tana Toraja

Diperbarui: 9 Agustus 2023   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana kampung Pongrea, Bittuang, Tana Toraja. Sumber: dok. pribadi

Indonesia memiliki keindahan alam yang tak akan habis dikunjungi hingga kita kembali kepada Sang Pencipta. Bagi pecinta wisata alam dan travelling, seluruh pelosok tanah air menunggu untuk dikunjungi. Di daerah saya, Tana Toraja juga menyuguhkan tempat-tempat indah yang eksotis. 

Hari ini, saya melakukan perjalanan ke salah satu kampung di Tana Toraja. Agenda perjalanan sebenarnya bukanlah travelling atau kunjungan wisata. Perjalanan kami berjarak kurang lebih 70 km dari perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang. Maksud perjalanan kami adalah mengantar salah satu anggota gereja dalam rangka melaksanakan lamaran. Adapun wanita yang dilamarnya berdomisili di salah satu kampung di bagian barat Tana Toraja.

Nama kampungnya adalah Pongrea. Terletak di Lembang (desa) Balla, Kecamatan Bittuang. Akses jalan sejauh 30 km telah diaspal, walaupun beberapa kilometer diantara kampung Se'seng dan Bittuang masih sementara dalam pengerjaan, yakni pelebaran, rabat beton dan pengaspalan. 

Memasuki ibu kota kecamatan Bittuang, kami belok kanan di pertigaan menuju perkebunan kopi  PT Sulotco. Oya, perkebunan kopi ini dikelola oleh salah satu produsen kopi nasional, yakni Kapal Api. Namun, tujuan kami tidak sampai ke PT Sulotco. Kurang lebih 2 km dari Bittuang, kami belok kanan lagi. Di sinilah kampung Pongrea. Akses jalan yang kami lalui sudah dirabat beton, akan tetapi mendaki, sedikit curam dan sempit. Sekitar 100 meter jalur menanjak dihiasi persawahan tradisional di bagian kiri dan kanan jalan.

Pemandangan luar biasa tersaji manakala kami memandang sekeliling. Persawahan tradisional masyarakat Pongrea seolah mengobati penat perjalanan. Di beberapa sudut kampung berdiri kokoh gereja dari berbagai denominasi. Di antara bangunan gereja yang saya hitung sebanyak 6 bangunan, juga berdiri kokoh bangunan tradisional rumah adat Toraja, yakni Tongkonan disertai alang (lumbung). Bangunan-bangunan ini menambah keindahan dan daya eksotis kampung Pongrea.

Pemandangan dari kampung Pongrea. Sumber: dok. pribadi

Oya, air di kampung ini sangat jernih dan dingin. Saya lupa membawa jaket dan sarung. Kampung Pongrea berada di ketinggian kurang lebih 1.200 mdpl. Angin yang berhembus tiada henti membawa dingin yang menusuk kulit hingga tulang. Walaupun matahari masih menampakkan diri di pukul 3 sore, namun cuaca dingin sangat terasa. 

Suguhan kopi khas Bittuang menjadi sajian ramah tamah di kampung Pongrea. Kopi panas dengan asap mengepul mengundang selera untuk segera dinikmati. Sekali lagi, cuaca dingin menusuk kulit seolah membuat kopi panas tak terasa sengatannya di lidah. 

Ciri khas warga Pongrea mengenakan sarung. Sumber: dok. pribadi

Uhh...dingin menusuk kulit dihangatkan oleh pemandangan alam kampung Pongrea. Masyarakatnya ramah, seramah alamnya. Karena dinginnya, hampir sepanjang hari, warga di kampung ini selalu mengenakan sarung. Satu jam duduk di lumbung selalu terhempas angin sepoi-sepoi yang menusuk kulit mulai membuat kepala saya pening. Untuk mengusir dingin, saya sering melempar pandangan ke sekeliling tempat duduk saya yang berhiaskan persawahan dan hutan pinus di lereng-lereng perbukitan yang mengelilingi kampung Pongrea. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline