Minggu lalu saya mendapat tugas tambahan dari pimpinan sekolah untuk memberikan pelajaran tambahan bagi siswa kelas XII. Pelajaran tambahan ini difokuskan pada pembimbingan tes bakat skolastik. Terdapat dua kelas berbeda saya layani setiap sore. Adapun pelajaran tambahan ini berlangsung setiap hari Senin hingga Kamis dimulai pada pukul 14.30 - 16.40.
Nah, pada satu contoh materi tes potensi skolastik kemampuan penalaran umum, saya tertarik pada satu wacana pendek. Ketertarikan pertama adalah pada satu istilah kolik. Ketika saya dan siswa membacanya pertama kali, kami tertawa riuh. Mengapa? Istilah kolik ini juga ada dalam bahasa daerah Toraja. Dalam bahasa Toraja kolik muncul dalam beberapa penggunaan istilah, diantaranya tikolik (jatuh tersungkur), ma'kolik (tidur dalam posisi miring memeluk lutut) , kolik i (kata perintah menggulung tali), dan dikolik (digulung).
Ternyata kolik ini adalah salah satu istilah tentang penyebab bayi menangis. Ya, bayi sudah tentu sering menangis dalam durasi yang agak lama tanpa alasan yang jelas. Sebagai orang tua, khususnya para orang tua muda, hal ini sering memberikan kecemasan hingga frustasi.
Penggalan isi wacana yang dikutip dari www.kompas.com tanggal 22 Juli 2022 tersebut mengatakan bahwa kolik sering terjadi pada bayi dan ditandai dengan tangisan panjang dan sering rewel. Kolik merupakan kombinasi tingkah laku yang sulit untuk dijelaskan. Tambahan pula kolik bukanlah sebuah penyakit atau gejala akan adanya penyakit yang terjadi pada bayi. Kolik justru adalah hal yang umum terjadi pada bayi yang sehat. Kolik terjadi pada bayi dengan durasi sekitar tiga jam setiap harinya.
Lalu istilah kedua pada wacana adalah tantrum. Apa sih beda kolik dan tantrum? Keduanya kan menyebabkan bayi menangis. Di atas sudah disebutkan bahwa kolik pada bayi merupakan tangisan tanpa alasan pada bayi yang sehat.
Tantrum adalah tangisan balita di atas satu tahun yang terjadi karena ia menginginkan sesuatu tapi sulit ia sampaikan. Dengan kata lain tantrum adalah tangisan pada anak yang terjadi karena ada pemicunya.
Sekarang jelas bahwa kolik dan tantrum memang berbeda. Dengan demikian cara menenangkannya pun membutuhkan kreatifitas dan kesabaran dari orang tua.
Jujur saja, hampir sepuluh tahun memiliki dua orang anak, baru kali ini saya bisa memahami mengapa balita menangis. Selama ini, jika anak sering menangis, asumsi sebagai orang tua cenderung mengarah ke sakit, keseleo, masuk angin atau patah tulang. Kecemasan ini umumnya datang dari ibu sang bayi dan neneknya.
Informasi dan pengetahuan yang bukan secara kebetulan saya peroleh ini, telah membantu saya menenangkan pikiran sekaligus menemukan solusi ketika anak saya menangis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H