Lihat ke Halaman Asli

Ovianty

Freelance writer, blogger

Sosiologi Sastra Indonesia

Diperbarui: 7 November 2023   09:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : pribadi

Karya sastra sudah mengakar lama pada nilai-nilai kehidupan dan budaya Indonesia. Sejak zaman dahulu, anak-anak dibesarkan dengan tembang nyanyian, pantun, gurindam, hakikat, dongeng, cerita rakyat, dan sebagainya. Banyak petuah dan pesan moral terkandung dalam karya sastra dikenalkan secara turun temurun. Berangkat dari realita kehidupan saat itu, karya sastra diciptakan dan tumbuh di masyarakat.

Berbicara mengenai sastra Indonesia tidak bisa lepas dari Prof. Dr. Andries Hans Teeuw yang lebih dikenal dengan Andi Teeuw, pakar sastra dan budaya Indonesia dari asal Belanda. Menurut beliau karya sastra Indonesia muncul pada tahun 1920. Pada saat itu, para penulis-penulis mulai menuliskan karya sastranya dengan bahasa Indonesia, dibandingkan sebelumnya menggunakan bahasa daerah.

Menurut Andi Teeuw :

"Pada tahun-tahun itulah untuk pertama kali para pemuda menulis puisi Indonesia. Oleh karena itu mereka dilarang memasuki bidang politik, maka mereka mencoba mencari jalan keluar yang berbentuk sastra bagi pemikiran serta perasaan, emosi serta cita-cita baru yang telah mengalir dalam diri (1980:18)

Pada saat itu novel-novel terbitan Balai Pustaka mulai bermunculan seperti novel Siti Nurbaya, karya Marah Rusli pada tahun 1922 dan novel Salah Asuhan, karya Abdul Muis pada tahun 1920.

Dari novel tersebut kita dapat mengetahui bagaimana keadaan masyarakat pada saat buku ditulis. Novel Salah Asuhan contohnya, pembaca dapat masuk ke dalam masa kolonial Belanda, melalui pergaulan kehidupan pribumi dengan orang-orang Eropa, lewat karakter Corrie dan Hanafi.

sumber gambar : balai pustaka(cover)

Sedangkan pada novel Siti Nurbaya, pembaca dapat melihat situasi dimana Samsul Bahri kaum pribumi direkrut oleh Belanda, untuk menjadi tentaranya, dan berperang melawan bangsanya sendiri, yaitu Datuk Maringgih, yang enggan membayar upeti kepada Belanda.

Karya sastra juga menjadi suara atas ketidakadilan yang terjadi pada zaman itu. Masalah poligami dan perjodohan di novel Siti Nurbaya, yang kerap terjadi di masyarakat minang.

Pada umumnya pengarang menciptakan karya sastra dari hasil pemikiran, pengamatan dan pengalaman penulisnya yang berhubungan biasanya dengan adat istiadat, kebiasaan, norma-norma masyarakat, peristiwa dan lain-lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline