Memperhatikan fenomena saat ini, Indonesia sepertinya dalam keadaan 'hamil tua'. Artinya, Indonesia sewaktu-waktu bisa saja melahirkan seorang 'bayi' dengan ideologi baru sebagaimana dikehendaki oleh 'penciptanya'. Kelahiran 'bayi' tersebut kemudian menjadi akhir dari NKRI yang berlandaskan ideologi Pancasila.
Tanda-tanda Kelahiran
Baru-baru ini, ketibaan seorang Imam Besar di bandara Sukarno Hatta, Indonesia disambut oleh lautan massa pendukungnya. Ini menandakan bahwa kehadirannya di tanah air sangat dinantikan oleh mereka. Bila melihat gerak-gerik para pendukungnya, Sang Imam Besar diharapkan dapat mempercepat proses kelahiran 'si jabang bayi'.
Selanjutnya memang terlihat pada hari-hari berikutnya, Sang Imam Besar melakukan safari dakwah ke berbagai tempat di tanah air. Inti dakwahnya adalah revolusi akhlak. Mendengar adanya kata revolusi, tentu menimbulkan pertanyaan besar. Apakah yang dimaksud dengan Revolusi Akhlak itu? Istilah ini harus diperjelas supaya kita paham akan makna dan tujuan sesungguhnya dari istilah Revolusi Akhlak tersebut.
Kita pasti masih ingat juga, bahwa Presiden Jokowi pernah mencetuskan istilah Revolusi Mental (walau sekarang sudah jarang terdengar). Istilah tersebut dimaknai sebagai penciptaan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan. Dengan adanya Revolusi Mental tersebut maka Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong pun akan terwujud. Terlihat bahwa Revolusi Mental ala Presiden Jokowi ini adalah sesuatu yang baik untuk masyarakat luas dan perlu senantiasa dikawal.
Lalu untuk istilah Revolusi Akhlak dari Sang Imam Besar tadi, apakah istilah tersebut adalah sesuatu yang perlu disambut baik atau sebaliknya? Apakah istilah Revolusi Akhlak ala Sang Imam Besar tersebut hadir di masa yang tepat untuk memperbaharui istilah Revolusi Mental ala Presiden Jokowi, yang mungkin sudah habis masa pakainya karena sudah jarang terdengar atau tidak kedengaran oleh publik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H