Surat burung berubah menjadi surat pos, lalu surat pos berubah menjadi surat elektronik. Telegram berubah menjadi telephone, dan telephone berubah menjadi handphone. Ketika dulu disaat ingin mencari informasi radio lah andalan kita untuk mendapatkan informasi, sekarang juga telah berubah menjadi televisi, bahkan bisa lebih canggih lagi yang biasa disebut dengan internet. Setiap zaman pasti mendapatkan perubahan, kita bisa melewati perubahan kalau kita mengatasi perubahan dan menerimanya bukan dengan menyingkirkannya. Berhubungan dengan perubahan, belum lama ini terjadi penolakan akan perubahan di mana sekarang kita dipermudah untuk mengakses segala sesuatu seperti transportasi umum. Tepatnya, tanggal 22 Maret merupakan hari yang mungkin bersejarah bagi Indoneia, khususnya Jakarta. Kelompok transportasi umum seperti ojek dan taksi mulai kalah dengan penyedia layanan transportasi online sebut saja mereka gojek, grab dan uber. Kelompok ojek dan taksi merasa diberartkan karena penumpang mereka banyak beralih ke layanan transportasi online karena lebih mudah diakses. Aplikasi tersebut memang sedang naik daun dan sangat gencar dalam membantu masyarakat mendapat transportasi umum yang sebelumnya sudah ada dan tentunya dengan harga yang murah, keamanan terjamin dan tentunya cepat, lebih murah juga dari segi tarif pengantaran, bahkan yang diantar tidak cuman kita sebagai penumpang melainkan bisa mengantar makanan, barang dan kita bisa diantar ramai-ramai dengan menggunakan mobil yang berkualitas baik. Penolakan yang dilakukan tidak semata-mata ingin membuat pelanggan ojek dan taksi kembali menggunakan jasanya bahkan mereka sampai berkeinginan supaya pemerintah bisa menindak layanan transportasi online tersebut agar bisa dihentikan jasanya.
Supir ojek dulu yang merasa terganggu dengan gojek dan grab bike, sempat membuat opini ke pemerintah sampai pemerintah menindak lanjuti tetapi akhirnya gojek dan grab bike bisa tetap berjalan baik sampai sekarang. Supir taksi sekarang yang bertindak, singkat cerita mereka memblokir jalanan tepatnya di daerah Sudirman, Jakarta Selatan. Gerombolan supir taksi melakukan demo kepada pemerintah supaya layanan taksi online diberhentikan agar taksi-taksi yang sudah duluan beroperasi di Jakarta bisa kembali mendapatkan kepercayaan dari para pelanggan. Demo dilakukan dengan cukup anarkis mereka memblokir sepanjang jalan Sudirman dan menahan atau memaksa supir-supir taksi yang tidak ikut agar bisa berpartisipasi dalam demo tersebut, bagi mereka yang tidak mau berpartisipasi makan akan dihancurkan taksinya secara masal. Tidak hanya supir taksi, bahkan supir gojek atau grab bike jadi sasaran amukan para supir taksi tersebut. Dengan memberhentikan mereka lalu mengeroyoki mereka supir gojek dan grab bike jadi bulan-bulanan setempat. Mereka juga menahan mobil-mobil di jalan untuk mengecek apakah pada saat itu ada supir grab car atau uber yang beroperasi, jika ada maka supir-supir tersebut bisa jadi amukan para supir taksi yang pada saat itu sedang murka bagaikan singa yang tidak pernah mendapat makanan.
Hal ini mengundang banyak komentar dari pemerintah dan publik. Sebagian besar masyarakat justru prihatin dengan keadaan tersebut, mereka berpikir bahwa mungkin supir-supir taksi itu tidak punya otak karena mereka hanya mengandalkan kekerasan dibanding kelembutan. Hal ini juga disesalkan oleh Hatta Rajasa selaku mantan Menteri Perhubungan, iya mengatakan kepada detik.com bahwa taksi konvensional harus bergerak cepat mengikuti perkembangan teknologi agar tak kalah saing dengan taksi beraplikasi online, “setiap perubahan selalu membawa dampak, tetapi kita tidak boleh menahan perubahan atau kemajuan zaman, kemajuan dunia atau revolusi TI itu membawa perubahan dahsyat dalam perubahan perilaku dan pola berusaha,’ ucapnya ketika ia ditanyai seputar masalah tersebut. Disini kita bisa melihat sebenarnya perubahan itu pasti akan terjadi, tapi bagaimana kita mengatasinya bukan dengan melakukan hal yang anarkis melainkan melakukannya dengan hal yang positif. Tetapi hal ini juga sewajar dan seharusnya menjadi perhatian besar bagi pemerintah dalam urusan transportasi umum untuk memperbaiki regulasinya dengan menimbang pasal-pasal pada UUD 1945 tentang kebebasan dan ketentuan angkutan umum di Jakarta bahkan di Indonesia.
Hal ini justru menjadi hal yang negatif untuk negara kita, bagaimana bisa setiap ingin ada perubahan selalu melakukan demo dengan anarkis akhirnya para demonstran hanya berjibaku dengan aparat keamanan, bukannya hal itu menjadi hal yang baik bahkan menjadi sesuatu yang menghalangi negara kita ini untuk maju. Hatta Rajasa juga mengungkapkan bahwa para supir grab car atau uber supaya bisa memenuhi syarat-syarat mengenai angkutan umum, mereka juga harus menghormati Undang-undang dan mengikuti peraturan yang sudah ada apabila pihak grab car atau uber tidak ingin diberhentikan usahanya. Perubahan zaman ini khususnya dari segi transportasi umum kita adopsi dari luar negeri juga seperti Inggris, Prancis ataupun Singapura di mana taksi online nya dapat bersaing dengan taksi yang tidak berbasis online dengan baik, bahkan mereka bisa saling termotivasi untuk memperbaiki kualitasnya masing-masing agar tidak ada yang kalah dalam persaingan. Hatta Rajasa juga mengakui bahwa masih ada kekurangan dalam regulasi pemerintah kita sehingga hanyak perbaikan di segala sisi lah yang bisa menyelesaikan polemik tersebut.
Mantan Ketum PAN ini memberikan kritik kepada banyak pihak yang terlibat seperti sopir taksi konvesional beliau mengkritik tentang inovasi di mana pihak perusahaan taksi harus memiliki inovasi yang lebih maju supaya jasanya tidak kalah saing dengan taksi online. Kepada penyedia layanan online beliau juga mengatakan agar peraturan yang sudah ada untuk dipatuhi agar tidak merugikan pihak mana pun. Bahkan kepada pemerintah beliau juga mengekritik dan memberi saran soal regulasi yang harus diperbaiki agar semuanya baik jasa taksi konvensional dengan taksi online bisa berjalan bersamaan dan tidak saling merugikan satu sama lainnya.
Pada akhirnya perubahan zaman tidak bisa dihindari, tidak bisa dibiarkan juga, melainkan harus kita hadapi bukan kita lawan. Kita sebagai masyarakat dewasa terutama dalam pekerjaan harusnya tau mana yang baik mana yang buruk, ketika demo memang bisa berhasil dengan baik maka silahkan dilakukan, jika memang demo tidak baik untuk dilakukan ya jangan dilakukan. Setiap individu yang bisa menerima perubahan tanpa membanding-bandingkan akan menjadi pribadi yang hebat, dan orang-orang seperti itu lah yang dibutuhkan negara untuk membangun negara ini menjadi lebih baik, tentu saja ditambah dengan kejujuran dan mengatas namakan yang di Atas lah kita dapat membangun negeri ini. Bersabar bapak-bapak semua meskipun ini perintah dari atasan tapi masih ada atasan di atas atasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H