Lihat ke Halaman Asli

The Naked Traveler 3

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_139896" align="alignleft" width="300" caption=""][/caption] Bagi saya, membaca buku itu semacam 'painkiller' yang kemudian perlahan mampu mengurai segala rasa, satu demi satu. Kala sedang futur atau malas, membaca menjadi salah satu healing theraphy dan bonusnya bisa kembali terus berbagi ilmu kepada sesama -meski sederhana- dan bagi saya membaca bukan hanya 'jendela dunia' tapi juga 'jendela hati'. Kini The Naked Traveler 3 menjadi 'pelipur lara' buat saya yang belum bisa mengunjungi setiap sudut kecantikan Indonesia dan Dunia. Melalui tulisannya, Mba Trinity mengungkapkan betapa Maha Besar Ciptaan-Nya dan betapa luasnya ilmu dari Sang Maha Pemilik Alam Semesta ini. Membaca buku traveler, searching, menonton acara televisi tentang traveling, berkunjung ke website pariwisata negara lain sambil nyanyi lagu 'Semua Ada di Sini' (baca : google) punya Mba Eno Lerian adalah tips terbaik MENGHIBUR DIRI yang belum kunjung mampu menapaki setiap sudut kecantikan Indonesia dan Dunia. Well, belum pernah menapakkan kaki, bukan alasan tidak memiliki pengetahuan tentangnya, iya kan?. MEMBELA DIRI!. Dan yang membuat saya benar-benar 'iri' sama Mba Trinity adalah when she has found the job she loves with passion, travel writer. Iri sejadi-jadinya... Tidak semua traveler bisa jadi penulis dan tidak semua penulis bisa jadi traveler (baca : keliling dunia). Teori ini mutlak analisa saya. Mba Trinity hadir sebagai penulis dan traveler, menyuguhkan kejujuran tentang apa yang diungkapkan dan dirasakannya, membuat tulisannya menjadi berbeda -renyah- meskipun akhirnya mengantarkan ditariknya si TNT 3 sementara dari peredaran untuk direvisi, ada bab yang vulgar. Haha. Tapi, disisi lain menjadi baik, artinya fungsi kontroling yang masih berjalan di negara ini. Buku ditangan saya sudah direvisi lho -boleh pinjem-, tapi saya terlanjur membaca webnya duluan. JUJUR. Semuanya tergantung bagaimana cara pandang kita membaca sebuah tulisan atau apapun di sekeliling kita. Benar kan?

Oke, let's see this book more deeper. Pernah pergi ke Cina? Saya belum. Bisa bahasa Cina? Saya tidak. Pernah bicara Bahasa Inggris sama orang Cina? Saya pernah, lumayan frekeunsinya -butuh konsentrasi penuh-, hikss. Dan benar saja, cerita Mba Trinity sewaktu di Cina, membuat saya tertawa geli. Mulai dari sangat joroknya orang di Cina sampai minimnya kemampuan berbahasa Inggris penduduk setempat. Nah, ini percakapan Mba Trinity dengan seorang lelaki muda yang berkacamata -kelihatan terpelajar, feelingnya-, yang menanyakan letak Bank of China di Chengdu. “Where is Bank of China?” tanya saya. Lelaki itu bengong. “Bank?” tanya saya lagi dengan intonasi turun. Dia bengong lagi. “Bank!” kali ini dengan intonasi naik sambil menjentikkan jari tengah dan jempol saya. Masih bengong. “Pank?” tanya saya lagi. Kali-kali seperti "Beijing" yang juga dibaca "Peiking'. "B" jadi "P". Tambah bengong. Setelah berkali-kali diterangkan dengan memakai gaya ala pantomin, akhirnya dia berteriak, “Ooo…, BANKE!”. Yailah, ada huruf 'e' pepet di belakang kata!. Setelah ditujukan arahnya, kami masih nyasar juga. Terpaksa saya bertanya lagi kepada seorang Mbak-Mbak Kantoran dengan berbekal penyebutan "bank" yang jadi "banke'. "Where is Banke of China?" tanya saya hepi. Lho..., si Mbak, kok, bengong juga. Saya eja pelan-pelan, "Baang..ke" dengan lafal "ke" dibelakang kata bagaikan cegukan. Masih nggak ngerti juga. Setelah pakai gaya dan mencoba intonasi turun-naik, barulah dia menjerit. "Ooo..., Beng of China!" Lha, lain lagi! Capee, deh. (The Naked Ttaveler 3, Hal. 318) -HAHA- Lalu, ketika di sebuah Stasiun Kereta Api Hohhot, Mba Trinity bingung membaca nomor platform, nomor gerbong KA dan tempat duduk di karcis. Adalah seorang cowok muda kurus berkacamata, kelihatannya pinter. SKSD deh. Meskipun terbata-bata, dia bisa menjelaskan dalam bahasa Inggris. Itupun Mba Trinity harus konsentrasi penuh dengan membaca bibir dan menyedengkan telinga. "Dise ise ka nangbe, dise ise plangprom nangbe, en dise ise site nangbe". Ooo..., ngerti-ngerti. Hebat! Maksud saya hebat, kok, bisa ngerti omongan dia. Belakangan saya baru tahu kalau dia kuliah di jurusan Sastra Inggris! Lho, kok, parah begitu bahasa Inggrisnya? Katanya "We ongly wringting, no spingking!" -maksudnya, cuma (only) nulis (writing), tapi nggak ngomong (speaking). (The Naked Ttaveler 3, Hal. 319) -KETAWA GELI- Lucunya lagi ketika Mba Trinity bersama temannya -Yasmin- kenalan sama laki-laki di Kereta Api ke Xian, katanya dia asal Urumqi-daerah Cina yang penduduknya banyak beragama Islam. Yasmin bertanya, "So you are moslem?" Dia nggak ngerti. "Islam?" Dia diem aja. Jeda lama. "China", menunjuk dirinya lalu menunjuk kami. Oh, maksudnya tanya kami dari negara mana. "Indonesia", jawab kami bareng. "Musling?" tanyanya. Yailah, rupanya muslim itu jadi "musling". Pantesan dari tadi ditanya nggak ngerti! Kalau writing jadi "wringting", pantesan muslim jadi "musling". "Yes", jawab Yasmin. "You are musling?" Yasmin balik bertanya menggunakan kata temuan baru. Dia mengangguk. Tuh, kan, dia ngerti! "Yu neng?" tanyanya lagi. Maksudnya dia tanya nama. "Yasmin", jawab teman saya. "No! No! No! Musling..., Khadijah, Mariam, Fatima!" kata dia ngotot berat. Maksudnya, kok, Yasmin tidak bernama wanita muslim kebanyakan. Susah payah kami menerangkan bahwa di Indonesia tidak harus pakai nama muslim, tapi dia nggak ngerti juga. Sutralah. "Your name?" tanya saya balik. Secara "musling', mungkin nama dia Ali, Abdul atau Muhammad. "Siao Bao" Yaelahh. Capee deeh!. (The Naked Ttaveler 3, Hal. 320) -NGAKAK- Anda akan menemukan banyak wawasan dan kekonyolan di buku ini. Masalah berat badan Mba Trinity yang bikin geli. Majunya sektor Pariwisata di Thailand yang bikin ngiri. Gadis Aceh berjilbab tapi berpakaian super ketat dan bergoyang menggoda yang bikin miris. Operasi Plastik yang sudah sangat lazim bagi wanita di Korea, konon biayanya lebih murah, hingga Artis Luar maupun Indonesia tidak sedikit yang kesana. Cerita cowok-cowok Korea yang unyu-unyu tapi ternyata mukanya kaya 'kotak amal' a.k.a 'rahang kotak-kotak' semua, sama kayak cowok di India yang ganteng cuma ada di film-film saja. Kondisi semerawutnya di India yang jauh lebih buruk dari Indonesia, 4 generasi tinggal dalam 1 rumah, CEO perusahaan farmasi tapi rumahnya lebih parah dari rumah susun Kebon kacang dan apartemen di Banglore yang konon paling mahal di India tapi ternyata tidak jauh lebih baik dari Apartemen Rasuna. Onsen -mandi rame-rame ala jepang-, saya baru tahu, kalau sebelum masuk ke kolam harus naked, that’s the rule dan ada Onsen Campuran. Serem ya! -_-" -ini yang bikin TNT 3, harus ditarik dulu sementara untuk direvisi-. Shabat Elevator yang khusus di pakai orang Israel ketika hari Sabat. Hingga hatinya yang semakin mencintai Indonesia dan tentu masih banyak lagi cerita-cerita lainnya. Ada hal yang menarik untuk saya, ketika Mba Trinity menceritakan tentang Laut Mati. Tahukah anda? Laut Mati adalah titik terendah permukaan bumi, 422 m berada dibawah permukaan laut. setelah saya googling ternyata Laut Mati tidak benar-benar mati, karena masih ada beberapa jenis bakteri yang bisa hidup di sini, namanya bakterinya saya tidak tahu -_-'. Semua orang otomatis mengapung, karena laut ini memiliki berat jenis yang lebih tinggi daripada berat jenis manusia, yang nggak bisa berenang jangan takut sekejap bisa jadi profesional. Nah, yang paling terkenal adalah lumpur laut matinya, menurut pengalaman Mba Trinity, sehabis melumuri wajah dan tubuhnya dengan lumpur itu, kulitnya langsung halus, bahkan ada yang wajahnya penuh jerawat sehabis dilumuri lumpur langsung kering jerawatnya. Sering ada di Salon/Spa kan? Bedanya ini GRATISSS. Laut Mati memang mengandung konsentrasi mineral tertinggi di dunia, seperti magnesium, kalsium, potassium, strontium, boron dan iron yang berguna bagi kesehatan kulit. Konon Cleopatra dulu kalau spa pergi ke sana. Itu juga yang membuat Israel dan Yordania mengandalkan industri produk kosmetik dan perawatan tubuh yang berasal dari mineral Laut Mati. Katanya salah satu merek yang terkenal di dunia adalah Avaha, buatan Israel. Sudah pernah coba? Kalau saya sih baru dengar. Harganya US$ 35 untuk 250 ml -MAHALNYA!-. Di sekitar Laut Mati, terdapat hotel-hotel mewah lengkap dengan spa yang selalu fully boked. Yang lebih menarik lagi, ada rumah sakit khusus penyakit kulit, yang merupakan terapi penyakit vitiligo (pigmentasi kulit) tersukses di dunia. Tapi ada hal yang sangat menyedihkan bagi saya, akibat industry mineral besar-besaran, makin lama luas Laut Mati menciut dan airnya makin surut. Lagi-lagi eksploitasi tanpa solusi. Well, sangat menambah wawasan dan inspiratif. Renyah dan easy to read. Salute untuk Mba Trinity, terima kasih untuk selalu berbagi. Recomended untuk semua kalangan, udah direvisi soalnya. Peace ya Mba! :p.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline