Ini bukan sekedar teori. Tapi, sebuah fakta yang nyata dan sudah lama dilakukan. Ya, emas didulang dari tumpukan sampah, tepatnya "didulang" dari sampah elektronik. Berita-berita menarik tentang itu ramai diungkap oleh berbagai media di di awal dan pertengahan tahun 2017. Namun, sedikit sekali yang mengungkap bahwa di balik itu ada tak hanya sarat dengan "perlombaan teknologi" daur ulang, namun juga investasi antar negara maju.
Namun, logam mulia tetaplah logam mulia tak peduli darimana asal dan bagaimana proses menambangnya. Disebut demikian karena sifat sulitnya untuk korosif dan teroksidasi.
Uraian berikut tak membahas suatu pertanyaan yang logis "Apakah logam mulia akan cenderung turun nilai ekonominya karena sebagian produksinya dari sampah?", namun lebih pada summary persaingan antar negara maju dalam mendaur ulang sampah elektronik (electronic waste atau e-waste).
Yang patut dicatat bahwa produksi emas yang selama ini diketahui didulang dari penambangan, namun itu bukan lagi satu-satunya cara, akan ada cara lain untuk mendapatkannya: dari tumpukan sampah dengan teknologi yang --diyakini-- semakin mudah dan murah.
Emas yang didulang dari tumpukan sampah ekeltronik sudah mulai diperhitungkan kapasitas produksinya. Penambahan cara daur ulang "penambangan" ini tentu saja dipengaruhi bukan karena tambang emas yang ada tidak mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan manusia akan emas, namun lebih pada "solusi atas masalah pelik sampah" yang mendasarkan pada koridar Reuse-Reduce-Recycle.
Sampah abad-20 saat ini sudah dirasakan pengaruh buruknya oleh pembuangnya, yaitu manusia itu sendiri. Sampah membanjiri bumi dan membuat masalah tak hanya soal lingkungan, namun juga soal kesehatan. Sampah selalu meningkat sesuai dengan jumlah populasi manusia dari waktu ke waktu. Oleh karena ada problem itukah, manusia pun berkreasi meminimalkan pengaruh buruk sampah. Kreasi itupun memunculkan berbagai teknologi pengolah sampah.
Dengan teknologi tertentu sampah organik diubah menjadi biogas dan pupuk cair, sampah anorganik menjadi bahan bakar energi. Tak berhenti sampai disitu sampah elektronik seperti prosesor, RAM, harddisk, motherboard, atau mainboard, PCB handphone, PCB komputer, Integrated Circuit (IC), kartu chip handphone dan lain-lain,yang selama ini hanya menjadi tumpukan yang berbahaya bagi lingkungan, mulai dilirik dan diminati justru oleh negara maju yang selama ini membuangnya ke negara ketiga.
Sampah elektronik (electronic waste atau e-waste) didaur ulang, dipisahkan kandungan logam mulianya, diproses dan diambil salah satu ya logam mulia emas.
Di Amerika Serikat, the Trump Administration memulai dengan membalikkan keputusannya untuk mendanai ulang program Departemen Energi yang berfokus pada teknologi daur ulang. Daur ulang sudah mendukung lebih dari 750.000 pekerjaan di Amerika; Investasi difokuskan untuk menciptakan sumber baru bahan baku yang berkelanjutan akan menciptakan lebih banyak.
Pada saat yang bersamaan, sektor swasta harus bekerja lebih erat dengan para pendaur ulang untuk mengembangkan teknologi bersih dan metode yang akan terus didaur ulang lebih dekat ke rumah. Program swasta seperti Closed Loop Fund di A.S. memfasilitasi investasi dalam teknologi semacam itu untuk perusahaan swasta dan pemerintah daerah, dan mereka mendapatkan dukungan korporat yang lebih luas.
Tak hanya di AS, selama hampir 30 tahun negara Tiongkok --negara berpenduduk terbesar di dunia itu mendaur ulang lebih banyak kotak kardus, botol plastik dan komputer tua daripada negara lain. Dimana kegiatan ini menghemat jutaan ton sumber daya dan secara tidak langsung mendanai ribuan program dan perusahaan daur ulang secara global.