Hari ini hari Minggu. siang hari yang cukup terik, sehingga aku enggan keluar rumah. Aku manfaatkan waktu untuk bersantai tidur-tiduran di sofa ruang tengah sambil membaca berita-berita di media daring. Tiba-tiba smartphone-ku berbunyi.
"Ting...!"
Aku beranjak bangkit menghampiri smartphone-ku. Aku melihat ada seseorang yang menambahkan nomer teleponku, sehingga otomatis di messenger Line milikku ada notifikasi yang memberitahu ia ingin menjadi temanku. Aku biasanya tak segera mengkonfirmasi, namun nama yang tertera itu yang membuatku penasaran. "Nurul Azizah" itu nama yang kubaca.
Aku tertegun sebentar. Nama yang aku merasa mengenalnya. Nama yang sudah 12 tahun aku lupakan, karena ia sudah mempunyai orangtua baru. Ya, ia sudah mempunyai ayah tiri --Mase, sahabat karibku. Mase menikahi Leidya Ana mantan istriku.
Banyak pertanyaan dalam benakku. Bagaimanakah rupa anakku? Tak kurang dari 12 tahun aku tak melihatnya, bahkan hanya sekedar meneleponnya. Pasti sekarang ia sudah berumur 15 tahun. Ia pasti sudah besar. Sengaja aku biarkan ia dalam didikan dan asuhan Mase sahabatku. Itulah kesepakatannya.
Aku terkejut. Darahku terkesiap. Aku terkesima. Aku melihat Wajah seorang gadis remaja cantik. Aku seperti melihat wajahku sendiri semasa remaja. Kulit wajahnya putih bersih. Ia mengenakan tutup kepala. Jadi, secantik inikah Nurul Azizah anakku? sudah sebesar itukah anakku? Pose senyumnya menawan, sungguh mengingatkanku pada ibunya.
"Ada apa?" begitu pikiranku. Aku pun segera menekan Add. Segera setelah itu pesan muncul di layar smartphone-ku.
"Assalamu'alaikum, Abi!"
Ah, dia masih ingat cara memanggilku. Sejak kecil ia memang memanggilku Abi. Pikiranku pun menerawang pada terakhir kali aku melihatnya, saat ia berumur tiga tahun. Di penjara saat itulah terakhir aku melihatnya. Leidya membawanya menjengukku terakhir kalinya untuk memberitahu bahwa ia menggugatku di pengadilan untuk bercerai.
Kini, gadis kecilku sudah menjelma menjadi seorang gadis remaja. Ia bahkan bisa menggunakan smartphone dan chat di Linedenganku. Mase tentu membelikan smartphoneitu buatnya. Aku penasaran dan bertanya-tanya, sudah 12 tahun kami tak berkomunikasi. Ada apa tiba-tiba anakku menghubungiku? Aku merasa ada hal yang penting yang akan disampaikannya. Aku pun segera membalas pesan itu.
"Wa'alaikum salam. Nurul kamukah?