"Drama" pencekalan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo belum berakhir. Klaim Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah AS terkesan tidak ditanggapi serius walaupun para pejabatnya meminta maaf, namn tanpa penjelasan yang memadai kenapa sampai insiden pencekalan itu terjadi sebagaimana tuntutan Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu RI. Presiden Jokowi pun melarang Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berangkat kembali ke AS.
Pencekalan AS terhadap Panglima TNI menimbulkan banyak spekulasi dari Indonesia atas apa yang terjadi di internal Customs and Border Protection United States, lembaga yang mencekal Panglima TNI itu. Spekulasi tersebut, Hikmahanto Juwana menilai dapat berkembang secara liar di media sosial dan tidak terbendung, sehingga dapat memunculkan persepsi negatif publik Indonesia terhadap AS, khususnya pemerintahan Donald Trump.
Bernada sama, Philips Vermonte pengamat politik CSIS menilai bahwa lambatnya klarifikasi pencekalan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke AS padahal ada undangan dari Pemerintah AS dikhawatirkan pula akan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok politik untuk kepentingan Pilpres 2019.
Pengamat militer Corrie Rahakundini Bakrie merujuk pada pemasangan spanduk dan poster di sejumlah ruas jalan di Jakarta yang terlihat menggunakan sentimen anti-Amerika Serikat. "Situasi seperti ini enggak akan bagus untuk hubungan Indonesia-AS," katanya.
Media massa baik dalam dan luar negeri pun akhirnya mengungkit soal pencekalan ke luar negeri (oleh AS, Australia, Singapura dan Belanda) yang sebelumnya terjadi pada para Jenderal TNI yang dikaitkan dengan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Nama-nama seperti Letjen (Purn) Johny Lumintang, Mayjen (Purn) Sintong Panjaitan, Letjen (Purn) Sutiyoso, Jenderal (Purn) Wiranto, Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin dan Jenderal (Purn) Pramono Edhi Wibowo, Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim, Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo, serta Letjen (Purn) Prabowo Subianto, bahkan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono. Selengkapnya lihat tautan disini.
Sepertinya pencekalan yang dikenakan pada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo adalah sikap "gebyah uyah" (menyamaratakan semua Jenderal TNI) dari Pemerintah AS melalui Customs and Boder Protection US dengan mempertimbangkan track record para jenderal TNI yang dianggap oleh AS sebagai terduga pelanggar HAM. Walaupun belum ada tuduhan yang jelas soal ini yang dialamatkan kepada Panglima TNI. Sekali lagi ini juga spekulasi, karena Pemerintah AS belum memberikan penjelasan yang rinci soal alasn pencekalan Panglima TNI. Namun disebutkan dalam laman Customs and Border Protection tugasnya adalah menjaga dari masuknya orang-orang berbahaya dan memproteksi ekonomi.
*******
Setelah digelarnya konferensi pers oleh Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto dalam jumpa pers di Kantor Panglima TNI, Jl Medan Merdeka Barat, Minggu (22/10/2017), pemberitaan soal batalnya kebarangkatan Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo ke Amerika Serikat menjadi polemik dan viral baik media dalam dan luar negeri. Sampai malam ini pemberitaan terkait masih terus berlangsung di media-media itu.
Sebelumnya, pada Sabtu, 21 Oktober 2017 Panglima TNI, istri dan empat orang delegasi yang sedianya menghadiri acara Chiefs of Defense Conference on Country Violent Extremist Organization (VEOs) yang dilaksanakan tanggal 23-24 Oktober 2017 di Washington DC urung terbang bersama pesawat Emirates pukul 17.50WIB dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten. Pihak Emirates Airlines memberitahu Panglima TNI menurut Customs and Border Protection US rombongan Panglima tidak boleh memasuki wilayah Amerika Serikat.
Undangan kepada Panglima TNI itu berasal Jenderal Joseph F Dunford Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS yang sekaligus sahabat dan senior Panglima. Begitu mendapatkan undangan di awal Oktober 2017, Panglima TNI mengkonfirmasi kehadirannya dan memproses visa dan segala administrasi yang diperlukan untuk masuk dan hadir pada acara itu.
Terkait pencekalan, Pemerintah Indonesia pun bereaksi. Selain Panglima TNI memberitahukan lewat surat insiden ini kepada Jenderal F Dunford, Panglima TNI pun kemudian melaporkan hal tersebut ke Presiden RI. Joko Widodo melalui ajudan Presiden serta Menteri Luar Negeri Retno LP. Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto.