Lihat ke Halaman Asli

Banjir Bandang Mendadak, Penyebab dan Upaya Mengatasinya

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389884973445721483

[caption id="attachment_306414" align="aligncenter" width="362" caption="Bencana Akibat Perubahan Iklim"][/caption]

Artikel reportase Ellen Maringka tertanggal 16 Januari 2014 tentang banjir bandang di Manado, Sulawesi  Utara yang terjadi secara mendadak sungguh mengagetkan kita semua. Ellen menyebut banjir tersebut belum pernah terjadi sebelumnya di Manado, "Seumur umur saya tinggal di Manado, tidak pernah kejadian banjir sehebat ini, terjadi dalam waktu yang begitu singkat. Hujan dan angin keras dimulai pada Selasa malam, dan petir sambung-menyambung sepanjang malam sampai pagi..." Demikian lapor Ellen dalam tulisannya.

Banjir bandang sebelumnya juga terjadi wilayah Indonesia lainnya sejak awal tahun 2013 dari Sabang sampai Merauke di antaranya di berbagai daerah, dari Sumbawa Barat, Aceh Besar, sampai Bojonegoro pada 4 Januari 2013; di Tasikmalaya pada 25 Juli 2013; di Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, dan Distrik Rasie di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat pada 13 November 2013; di sejumlah kampung di Desa Cidamar Kecamatan Cidaun, Cianjur pada 3 Desember 2013 dan masih banyak lagi di wilayah lainnya.

Tak hanya terjadi Indonesia, banjir bandang juga dialami oleh Amerika Serikat, Korea Utara, Australia, Mauritius dan lain-lain. Kerugian akibat banjir bandang tersebut tak terkira baik korban jiwa, kerugian harta benda; seperti rusaknya rumah dan isinya, sawah puso dan, terjangkitnya penyakit malaria, demam berdarah, diare dan lain sebagainya.

Sebagaimana dilaporkan oleh Ellen Maringka, banjir bandang di Manado ini belum pernah terjadi sebelumnya. Banjir bandang terjadi karena hujan yang deras dalam waktu yang lama. Musim hujan yang bergeser, jangka waktu musim yang juga berubah. Musim hujan datang lebih lambat atau bahkan bisa lebih cepat. Pergeseran musim di suatu wilayah tertentu telah terjadi. Pergeseran ini diakibatkan oleh pergeseran iklim. Pergeseran iklim ini adalah salah satu akibat dari pemanasan global.

Menurut laporan PBB, 9 dari 10 bencana yang terjadi dalam beberapa tahun ini adalah akibat dari perubahan iklim. Bencana banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi dan menewaskan ribuan orang dari berbagai negara setiap tahun. Bencana banjir, terjadi karena curah hujan ekstrem akibat gangguan cuaca. Selain banjir, masih ada bencana lain seperti gelombang panas yang menyebabkan kekeringan, kenaikan permukaan laut, kelangkaan pangan, kelangkaan air bersih, gelombang pengungsi, gempa bumi, lumpur lapindo, angin topan, kepunahan spesies, penyebaran penyakit, dan sebagainya.

Tetapi, di luar dari berbagai bencana di atas, pemanasan global juga membawa satu potensi bencana besar bagi planet kita. Tahukah Anda, di bawah lapisan es Kutub Utara tersimpan karbon dan metana dalam jumlah besar? Planet bumi menyimpan metana beku dalam jumlah yang sangat besar yang disebut dengan methane hydrates atau methane clathrates. Metana beku banyak ditemukan di kutub utara dan kutub selatan, dimana suhu permukaan air kurang dari 0 derajat Celcius, atau dasar laut pada kedalaman lebih dari 300 meter, dimana temperatur air ada di kisaran 20 Celcius. Bila es mencair, maka kedua gas rumah kaca ini akan dilepaskan ke atmosfer. Jumlahnya tidak main-main! Lapisan es Kutub Utara mengandung 2 kali lipat jumlah karbon yang ada di atmosfer. Penelitian dua puluh lebih ilmuwan lingkungan yang dikepalai oleh Profesor Ted Schuur dari University of Florida yang dimuat dalam jurnal Bioscience edisi September 2008 menunjukkan bahwa 1.672 miliar metrik ton karbon terkurung di bawah lapisan es dan jumlah ini dua kali lipat dari 780 miliar ton karbon yang ada di atmosfer saat ini.

Sandiaz Yudhasmara dari berbagai sumber menulis penyebab terjadinya perubahan iklim adalah pemanasan global. Pemanasan global atau Global Warming adalah peningkatan suhu udara di permukaan Bumi dan di lautan yang dimulai sejak abad ke-20 dan diprediksikan terus mengalami peningkatan. Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Dampak apa sajakah bagi manusia yang dapat diakibatkan oleh pemanasan global itu? Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca.

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi.

Hal tersebut disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Enam jenis gas yang digolongkan sebagai gas rumah kaca, antara lain:

  • Karbondioksida (CO2) yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam).
  • Metana (CH4) berasal dari areal persawahan, pelapukan kayu, timbunan sampah, proses industri, dan eksplorasi bahan bakar fosil.
  • Nitrous Oksida (N2O) yang berasal dari kegiatan pertanian atau pemupukan, transporasi, dan proses industri.
  • Hidroflourokarbon (HFCs) berasal dari sistem pendingin, aerosol, foam, pelarut, dan pemadam kebakaran.
  • Perflourokarbon (PFCs) berasal dari proses industri.
  • Sulfurheksafluorida (SF6) berasal dari proses industri.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline