Lihat ke Halaman Asli

Akhir Kisah Sebuah Puisi

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1399684733138478146

[caption id="attachment_323226" align="aligncenter" width="554" caption="Meg Ryan dan Tom Hanks"][/caption]

Sumber Gambar

Aku yang aneh atau kamu yang aneh sich? Selalu itu hatiku bertanya.

*******

"Kenapa sich Mas, kok selalu aku yang harus tanya kamu dulu? Aku khan perempuan, harusnya kamu tahu diri...! Kamu tahu nggak sich? Perempuan itu perasaannya halus khan? Jadi kamu itu yang harus mulai. Bukan perempuan. Sapa dulu aku kek. SMS aku, atau messenger aku. Atau gimana gitu lho? Masa SEMUANYA harus aku duluan..! Capee dech..!"

Selalu itu luncuran kalimat deras berupa protes dari mulutmu untuk memojokkanku. Selalu itu alasanmu untuk membiarkan kita tanpa sapa. Tanpa kata. Sepi.

Hari ini aku sengaja membuat puisi. Puisi untuk membangunkan tidurmu itu. Sesuai maumu. Aku yang mencoba mengetukmu dulu. Aku tak tahu, kamu bangun atau tidak dengan puisi yang kubuat kilat ini. Puisi yang berbahan dari dialog comot sana sini. Entah.

Dialog Yang Sepi

Sehari tanpamu tanpa kata-kata
Rasa sepi menghantam jiwa
Dimanakah engkau gerangan?
Apakah dirimu bermain layang-layang di halaman?

"Aku bersembunyi di balik pintu," ucapmu
"Biar kuketuk pintu hatimu," pintaku
"Kuncinya hilang." jawabmu pelan sambil tertawa
Tak patah aku terus meminta, "kudobrak saja atau lewat jendela?"

Serumu, "hati-hati"
Akupun mencoba meloncat dari hati ke hati
Menemukan yang pasti
Agar hariku tak terlewati dengan sendiri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline