Lihat ke Halaman Asli

Pak Jokowi, Era SBY Tagih Australia Rp 23 Triliun Tak Terbayar Sampai Sekarang (Kasus Montara)

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

141793910719564409

[caption id="attachment_358296" align="aligncenter" width="599" caption="Ledakan Ladang Minyak Montara Milik PTTEP Australiasia Australia Mencemari 90,000 km2 Laut Timur Indonesia"][/caption]

Sumber Gambar

Setelah SUKSES memerintahkan penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Apakah sebentar lagi Jokowi Presiden RI saat ini akan mengungkit kembali tumpahan akibat ledakan ladang minyak Montara milik perusahaan PTT Exploration and Production Australiasia Australia yang mencemari Laut Timor, Nusa Tenggara Timur wilayah perairan ZEE milik Indonesia seluas 90,000 km persegi? Hasil perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup RI kerugian langsung dan tidak langsung sebesar 247 miliar. Dari jumlah itu, termasuk diantaranya nilai kerugian langsung sebesar Rp 42,2 miliar. Nilai kerugian ini didasarkan pada perhitungan dampak tumpahan minyak terhadap nelayan.

Pemerintah Indonesia sendiri mengajukan klaim ganti rugi sebesar Rp23 triliun kepada perusahaan asal Australia, Montara, akibat meledaknya sumur minyak di Celah Timor sejak 21 Agustus 2009 lalu. Sumber berita.

"Mereka sudah menyatakan kesanggupan. Tapi mereka akan melakukan verifikasi (data korban) oleh para expert. Mereka akan turun ke lapangan," kata Freddy Numberi kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (13/4/2011). Freddy Numberi adalah Menteri Perhubungan di era Pemerintahan SBY.

Tagihan sebesar itu tak bisa ditagih oleh Pemerintah SBY, sampai sekarang terkatung-katung. Akankah Pemerintah Jokowi menagih tunggakan Australia ini? Kita lihat saja. Tak ada alasan tak bisa ditagih apalagi pihak PTTEP Australiasia, Australia sudah menyanggupi dan ada Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia tentang penanggulangan dan pencegahan polusi minyak di Laut yang ditandatangani tahun 1996.

Sebagaimana diberitakan kompas.com 13 April 2011 di era Pemerintahan SBY, pencemaran minyak di Laut Timor ini volume dan luas pencemarannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus tumpahan minyak dari kapal tanker Exxon Valdez. Peneliti LIPI, Ganewati Wuryandari berpendapat, tim tidak ditangani deputi menteri, tetapi oleh Presiden, seperti Presiden AS Barack Obama ketika mengambil alih kasus tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Bencana di Laut Timor terlalu besar untuk dipertaruhkan jika tidak ada keseriusan dari Indonesia.

Direktur West Timor Care Foundation (WTCF) Ferdi Tanoni menuturkan, terjadi kebocoran minyak dan gas hidrokarbon akibat ledakan di kilang minyak Montara, Blok Atlas Barat, Laut Timor, di perairan Australia, 21 Agustus 2009. Pada 30 Agustus 2009, jejak tumpahan minyak mentah itu memasuki sebagian ZEE Indonesia yang berbatasan dengan ZEE Australia. Kata Ferdi, merujuk hasil investigasi tim Australia, tumpahan berlangsung selama 80 hari dengan jangkauan pencemaran minyak di Laut Timor mencapai 90.000 km persegi. Sekitar 70-80 persen perairan Indonesia tercemar. Dampak yang dirasakan nelayan NTT luar biasa.

"Usaha budidaya kelautan dan perikanan di Timor barat, Pulau Rote, Sabu, dan Sumba gagal total," katanya. Sumber berita.

Lebih lanjut Ganewati, yang juga penasihat Badan Pengelolaan dan Pengawasan Dana Kompensasi Pencemaran Laut Timor, menilai Pemerintah Indonesia (era Pemerintahan SBY, Pen.) lamban menuntaskan klaim atas kasus pencemaran minyak di Laut Timor.

-------mw-------

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline