Kekasih kantor begitulah mereka menyebutnya, karena merekalah yang pertama kali menghangatkan bibir para wanita eksekutif muda itu. Wanita-wanita itu rela sedikit dari lipstick mereka yang mahal berpindah ke bibir para kekasih. Hari Senin utamanya, mereka menjadi pelampiasan hari pertama masuk kerja.
Tapi jika Senin petang datang para kekasih kantor itu merasa terbuang. Wanita-wanita muda itu hanya akan menggeletakan mereka di dapur di dekat wastafel. Ketika lampu-lampu sudah padam dan kantor mulai sepi mereka berbagi cerita tentang kekasih mereka.
Kekasih kantor pertama mulai bercerita: “Hari ini kekasihku terlambat masuk kerja. Jadi dia bete seharian. Dia menciumku dengan kasar dan aku rasanya beberapa kali dilempar.”
[Duh!! Lagi aku terlambat!! Aku membatin. Badanku melemas, mataku nanar memandang kereta yang semakin bergegas menjauh. Ribuan kurcaci yang mengayuh rodanya, memeras peluh, membuat naga besi itu makin laju. Ini Senin kedua dalam bulan ini aku terlambat. Juga dengan alasan yang sama. Lutfhi! ya Lutfhi, gara-gara dia aku bangun kesiangan. Dia enak, pagi ini, di Chicago sana, masih minggu. Sepanjang malam dia meneleponku, bercerita banyak hal dan naifnya aku, berusaha menjadi pendengar yang baik untuknya. Luthfi itu kakak sepupuku. Ayahnya adalah kakak kandung Ibuku. Dia kuliah di Chicago. Beberapa minggu lalu, hubungannya dengan kekasihnya mengalami masalah, dan akulah yang ketempuan. Hubungan aku dan dia sangat dekat, walau kami berbeda jenis. Bila aku mempunyai masalah dan sebaliknya, kami saling berbagi. Dulu waktu dia masih di Jakarta, tidak jadi masalah karena putaran waktu yang sama. Namun sekarang? fiuuhh!! bila giliran dia yang berkesah, aku yang harus setengah mati membuka mataku yang memberat saat seharusnya terbangun dan bergegas pergi kerja. Aku duduk di peron. Menunggu, saat handphone ku bergetar. Sebuah pesan masuk. Yah dia lagi. Si penyebab, aku tertinggal kereta. Aku membacanya.. "De, jangan lupa belikan kado untuknya dan tolong paketkan ke Medan. Aku tak tahu kado yang bagus untuk perempuan" Huuffhh!! Aku menghela nafas. Aku juga tidak tahu kado apa yang bagus dan akan disukai Indie, kekasih Luthfi. Apakah sebuah kado, akan membuat hati perempuan luluh dan hubungan kalian membaik dengan segera. Dan aku semakin khawatir, kado yang aku pilihkan untuk Indie, malah membuat hubungan mereka semakin di ujung tanduk. Pikiranku menerawang, menerka-nerka kado apa ya kira-kira? Dan aku tersentak saat kereta kedua, telah tiba. Kado? Haiyah!! nanti saja, sekarang saatnya naik kereta.]
***
Kekasih kantor kedua menyambung cerita: “Kekasihku juga kurang ramah hari ini. Tetapi aku suka, kalau sebel dia suka menggigit bibirku.”
[“Pagi Nin. Mendung amat mukamu?” sapa Natty. Yang disapa tidak menjawab, hanya mengangkat mukanya sedikit memandangi teman kantornya yang baru datang.
“Kena PMS ya?” ledek Natty karena tidak dijawab.
“Apaan. Enak aja PMS.”
“Pre Monday Syndrome. Seninnya baru mulai kamu udah melipat-lipat muka nggak karuan gitu.” “Lagi sebel tahu nggak. Kado yang aku nyarinya sepanjang hari ditanggapi dengan dingin. Nggak antusias.” Runtuk Nina. “Maksudmu?” Natty yang selalu lapar gossip mulai memancing. “Masak waktu aku kasihin dia bilang gini, kok repot-repot dibungkus segala. Sebel nggak?” “Oh. Berarti dia bertipe Jerman.” Sahut Natty singkat. “Maksudmu cowokku dingin dan kejam kayak Hitler gitu? Enak aja. Jelek-jelek dia cowokku, kamu jangan ngomong sembarangan.” Nada bicara Nina mulai meninggi. “Aku nggak bilang Hitler. Jangan salah, waktu kecil Hitler itu romantis, suka nulis puisi. Aku bilang bertipe Jerman. Keindahan nggak penting, yang penting fungsi.” Jelas Natty. “Ya juga kali ya? Waktu dibuka komentarnya lebih nyebelin lagi: oh dasi ya. Aku kan nggak pernah pakai dasi. Ah rasanya pengen deh aku lempar pakai gelas mukanya.” “Wah iya tuh 100% Jerman. Barang yang nggak ada fungsinya dianggap nggak punya manfaat. Lain kalau sama yang bertipe Perancis. Yang penting indah, fungsinya entah.” “Hmmm gitu ya?” Nina bergumam. “Kayak kalau monyet dikasih bunga, pasti malah cuma bingung. Tapi kalau dikasih pisang pasti jingkrak-jingkrak kegirangan…” ledek Natty sambil meninggalkan Nina yang merenungi nasib kado untuk cowoknya.]
***
Yang ketiga yang bersandar agak miring di tepi mejapun tak mau ketinggalan. Diapun mulai bercerita:
"Kekasihku sedang bersedih pagi ini. Setetes airmatanya jatuh dan menempel di bibirku. Rasanya asin." [Rasanya dunia mendadak berubah menjadi warna abu-abu. Langit pagi yang mendung. Seragam kerja yang muram dan kubikel kantor yang kaku. Aku menggigit bibirku. Berusaha mengalihkan hati dari sendu yang membuatku mendadak ingin menulis puisi. Tumpukan berkas ini meski kuselesaikan sebelum jam kantor Senin ini berakhir. Tapi, lagi-lagi bayangan Rian dan pertengkaran semalam menari-nari di antara kertas kerjaku. Tiga tahun menjalin hubungan dengan Rian, tiga kali pula ulang tahunku terlewatkan begitu saja. Jangankan memberi kado, sepotong ucapan selamat saja nyaris ia lewatkan setiap tahun. Semalam adalah puncaknya. Sampai jam 12 malam aku terjaga hanya untuk menanti ponselku berbunyi dan mendengarnya mengucapkan, "Happy birthday, Daisy." Tak dapat menahan diri lagi, kuraih ponsel di samping tempat tidurku dan menekan 'speed dial' di angka 1 yang langsung menghubungkanku dengan Rian. Tak peduli di Singapura, tempat Rian sekarang bekerja, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari lewat. Selanjutnya adalah deretan kemarahan lintas negara yang rasanya tidak ingin kuingat lagi. Apakah aku menuntut terlalu banyak dari hubungan kita? Aku hanya ingin ada ucapan selamat dari lelaki yang paling kucintai di hari ulang tahunku. Salahkah itu? Mungkin Rian tidak pernah benar-benar menyayangiku. Mungkin sebaiknya aku berpisah darinya..] Sampai di sana, kekasih kantor yang ketiga menghela nafas dan menggantung ceritanya. "Lalu bagaimana? Apakah kekasihmu memutuskan pacarnya yang tidak perhatian itu?", desak kekasih kantor yang pertama dengan tidak sabar. "Hmm.. Bagian terbaiknya adalah cerita berikut ini, yang membuat kekasihku mengecupku dengan desahan yang basah dan hangat." [Daisy sedang serius mempertimbangkan apakah akan menghapus nama Rian dari daftar kontak di ponselnya, ketika seorang petugas penghantar bunga berdiri di depan kantornya dengan 18 tangkai bunga Daisy dan selembar kartu yang bertuliskan: Happy belated birthday, Daisy. Please forgive me. And, will you marry me?]
----------------------------
Hasil Kolaborasi FFK (Duet ++) Natalia, M.e.l.i., dan Ouda Saija
Saksikan karya-karya FFK lainnya diKampung Fiksi
Saksikan karya-karya FFK lainnya sebagaimana yang tertera pada link berikut ini:http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/18/festival-fiksi-kolaborasi-jumat-18-maret-2011/
Sumber gambar: http://www.gettyimages.com/detail/98452115/Flickr
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H