Seingatku dulu waktu kuliah pernah menyiuli segerombolan mahasiswi kimia ketika mereka akan ke Laboratorium Kimia. Kebetulan Labor mereka berdekatan dengan kantin tempat biasa kami nongkrong menunggu sore untuk pulang ke tempat kost.
Sebagian besar dari mereka cuek terus berjalan. Tapi ada satu yang berbalik dan matanya melotot tertuju padaku. Tatapan tajamnya menghujam. Tatapan marah. Aku bergidik.
Sekitar dua minggu kemudian aku mendatangi tempat kos khusus perempuan. Tujuan menemui teman yang memiliki fotokopi mengenai Etika Protestan dari Weber, tugas baca. Sungguh terkejut bukan kepalang, perempuan yang melotot tertuju padaku beberapa waktu lalu di dekat kantin ternyata kos di tempat yang sama dengan temanku.
Mak jleb. Sungguh dia seperti melupakan kejadian. Teh botol disuguhkan. Pizza disuguhkan. Sambil menunggu teman yang belum keluar yang ternyata masih saudaraan dengan anak kimia. Belum minum dan makan walau itu hidangan mahal untuk ukuranku karena belum dipersilahkan. Ngecess sudah pasti. Perbaikan gizi ia.
"Semoga tak kau ulangi lagi siulanmu itu pada perempuan. Jangan kau kira perempuan diam itu setuju dengan perbuatanmu. Aku marah padamu waktu itu".
Hanya satu kata yang bisa meluncur dari mulutku. "Ia".
Temanku muncul sambil membawakan fotokopi Etika Protestan dari Weber. "Ini anak kimia. Dia masih saudaraan denganku. Kalian saling kenalkah? tanya temanku.
"Kenal secara tidak baik," kataku.
"Sekarang kenal baik," balas si anak kimia.
Entah kenapa teman satu fakultasku tertawa dan kami pun ikut tertawa.