Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Mbak Jamu Bisa Berkata Cukup

Diperbarui: 15 Oktober 2021   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Heidi Walley I unsplash.com 

Kriiing. Kriiing. Kriiing. Bel sepeda Mbak Jamu  berhenti di depan rumah sekitar pukul delapan pagi. Jam yang hampir bersamaan dengan Bude datang ke rumah. Setiap pagi. Mereka berdua seperti janjian.

Mereka berdua tidak memakai jam tangan. Ah, lupa kan ada jam HP. Patut diduga keras, Mbak Jamu dari tempat tinggalnya berhenti terlebih dulu melayani pelanggannya di tempat lain sebelum sampai di kediaman kami.

Bertahun abai, padahal sudah pindah tempat 5 kali. Ketika badai Covid 19, Mbak Jamu tidak datang barulah ada sesuatu yang hilang di pagi hari. Padahal aku dan istriku kumpulnya di teras. Melepas anak-anak ke sekolah jam enam pagi sambil menunggu semburat cahaya pagi atau menikmati hawa dingin hujan.

Tahu sih kalau ada jamu di meja makan. Enam gelas. Gelas bungsu diberi tanda khusus. Sulung dan Tengah terkadang meledek jamu Bungsu sebagai jamu spesial racikan ibu asuh. Ledekan dibalas pertunjukkan kelengketan ibu dan anak. Walau begitu, Bude memiliki perhatian yang sama dengan kedua bujang. Bahkan, Sulung dan Tengah sering diomeli Bude kalau tidak minum jamunya.

Ini yang bikin terkejut. Kaki kupu-kupu ternyata tidak pernah memberikan uang untuk membeli jamu. Uang itu ternyata dari sisa belanja harian yang diserahkan ke Bude. Sisa uang belanja ada di lemari dapur. Jujurnya kebangetan. Kalau kata dua bujang, uang itu untuk memanjakan Bungsu sang anak asuh kalau Ibu tidak ada di rumah.

Pagi ini, ada keterkejutan yang jelas disampaikan angin pada gendang telinga. Kompas yang sedang dibaca mengenai krisis energi di negara-negara industri pun diletakkan di meja. Kudengarkan cerita alunan tawa dan berbagi arus bawah.

Mbak Jamu memberikan nasi bungkus kepada Bude tetapi Bude menolaknya. Bude bilang, kalau dirinya bisa sarapan di rumah Ibu. "Bisa buat sendiri, atau juga malah bisa sarapan buatan Ibu. Malah kalau Mas ndak narik bajaj, bisa numpang ngopi di sini." Tertawalah mereka.

Mbak Jamu ternyata mendapat tiga nasi bungkus di jalan. Tadi diminta berhenti oleh orang pakai mobil dan kemudian ditanya sudah sarapan belum, dijawab sudah, si perempuan yang keluar dari mobil tidak percaya. Malah meminta agar nasi bungkusnya untuk dibawa saja dan diberikan kepada teman lainnya yang belum sarapan kalau sudah kenyang.

"Banyak tadi yang dibagi. Bahkan sopir bajaj, ojek online yang kebetulan lewat dan berhenti, dapat. Penyapu jalan juga dapat tadi. Mbaknya cantik. Rambut pendek dan ngomongnya ramah. Ayu tenan," tutur Mbak Jamu.

Obrolan berhenti ketika abang pengambil sampah datang, Bude pun menyeret ember sampah yang diberi roda oleh Sulung. Mbak Jamu menawarkan nasi bungkus dan langsung diterima. Abangnya menambah bisa meminta kopi hangat pada Bude. Bude pun berjalan cepat lewat pintu samping ke dapur membuatkan kopi sasetan hangat dan satu plastik kecil kopi sudah tergantung di gerobak sampah.

Nasi bungkus Mbak Jamu juga sudah berpindah ke Bakul Sayur dan Penjaga Malam yang kebetulan lewat. Mbak Jamu juga meladeni permintaan jamu para ibu Lansia yang sedang menikmati cahaya mentari pagi. Depan rumah pun rame canda tawa mengelilingi Mbak Jamu. Bude juga menggantikan air di ember tempat cuci gelas jamu. Suasana guyub.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline