Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Aku Cemburu pada Anakku

Diperbarui: 15 Februari 2020   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay.com

Subuh sampai di Palembang. Keputusan harus diambil. Tidur di bandara ataukah tidur di hotel budget.  Eh, setelah hitung-hitungan, diputuskanlah untuk beristirahat di bandar. Terlelap sebentar di kursi dan kemudian mandi di toilet luar untuk naik pesawat pagi.

Kopi hangat dari sebuah warung 24 jam di depan bandara mendongkrak mata. Inilah penyakit kaum lelaki yang tinggal jauh dari keluarga. Kalau mo berangkat kerja, ogah-ogahan mesti didorong-dorong sama istri untuk masuk. Masuk kerja maksudnya, bukan masuk ke tempat yang lain.

Sebaliknya kalau mo balik ke rumah, duh semangatnya minta ampun. Penyakit ini kukira adalah penyakit umum yang sering menyerang kaum lelaki yang kerja jauh dari rumah, yang rindu rumah beserta isinya mulai dari istri, anak-anak dan suasana, baik suka maupun yang nggemesin.

Lah, memang rumah tidak ada dukanya. Adalah tapi itu relatif, sangat-sangat relatif tergantung dari sudut pandang mana memulai penilaiannya. Kalau dari sudut pandang kesal, semua bakal runyam, tidak ada bahagianya rumah. Tapi kalau dari sudut pandang semua adalah bunga, ya semua akan baik-baik saja. Bahkan hal yang bikin kesal pun bisa memicu tawa.

Mulai dari sulung yang sulit bangun pagi. Mulai dari tengah yang setiap tiga bulan sekali ganti kaca mata karena setiap mandi (bershampo dan bersabun) kacamatanya selalu lupa dilepas. Mulai dari bungsu yang selalu berkicau seperti burung tiung padahal, sulung dan tengah sedang belajar dan emaknya sedang memelototi pekerjaan stafnya. Dan terakhir, aku yang kalau lagi dirumah selalu menjahili mereka.

Setiap hari mereka mendapatkan uang jajan yang jumlahnya bervariasi tergantung umur dan kegiatan di sekolah. Setiap minggu mereka juga mendapat uang tambahan dari hasil ulangan kalau betul semua. Sulung dan tengah akan mendapatkan uang lebih, kalau mereka mengajari bungsu dan ulangan bungsu betul semua. Semua ada persentasenya. Sulung dan tengah tidak pernah rebutan mengajari bungsu karena mereka sudah punya mata pelajaran kesukaan masing-masing.

Baru masuk ke ruang tunggu, ada WA masuk. Coklat 6 biji dari berbagai merek berbeda jelas menusuk mata. Keterangannya "inilah cashback kalau selalu memberi uang jajan". Duh, pagi-pagi sudah mengajak "perang", batinku.

Aku sadar diri. Lah ia ya. Yang beri uang jajan dan yang ngurusi rumah tangga kan emaknya. Wak wak wak. Itu kan uang emaknya. Jadi wajar kalau dia beri keterangan gambar begitu.

Ketika menjejakkan kaki di tanah Jawa, diri ini bersyukur. Selalu bersyukur bisa pulang dan kumpul dengan keluarga. Emaknya anak-anak pun menjemput di bandara. Kami sarapan bakso A Fung. Setelah itu pergi ke kantornya di Tenabang. Kantor yang hanya dikunjungi seminggu sekali tetapi lumayan hasilnya dibandingan ikan dan ayamku.

Walau begitu ada satu yang bikin bahagia. "Jangan ditutup. Selagi masih bisa menghidupi orang-orang jalani saja. Sekaligus juga buat usaha lainnya. Bersyukur bisa menghidupi orang lain. Bersyukur bisa membina, mengajari orang lain seni kehidupan," kata emaknya satu waktu di antara deburan ombak pasir putih Bangka.

"Cepatlah kalau mau cium," kata emaknya di dalam mobil. Dan jidat nong nong yang sering ditutupi rambut ikal  itupun kukecup. Bukan hanya Milea saja yang bisa cium curi-curi. Bunga mawar yang kusimpan dalam kotak sederhana pun kuberikan. "Aku mencintaimu forever and ever," bisikku ditelinganya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline