Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Cintailah Anakmu dengan Sederhana

Diperbarui: 23 Juli 2019   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Main Sepeda | Foto: OtnasusidE

Ada sebuah perjanjian dulu ketika kaki kupu-kupu ingin melanjutkan sekolah lagi. Selelah-lelahnya pulang kuliah dan sebuntu-buntunya ekonomi rumah tangga semua harus dihadapi dengan tenang. Jangan pernah tersambar pada anak.

Emosi capek. Emosi buntu alias  katek duit.  Bisa campur aduk. Bisa sangat membahayakan kalau tidak dikelola dengan baik. Anak bisa menjadi sasaran empuk untuk pelampiasan segala beban. Memarahi anak bisa bablas sebagai bentuk pelepasan emosi.

Mulai dari memarahi anak karena tidak mau belajar. Tidak mau mandi. Tidak mau belajar. Memarahi pada awalnya sebagai kerangka disiplin lalu menjadi tuman sebagai bentuk penyaluran emosi. Satu waktu pasti tidak bisa terkontrol karena anak tidak ada perlawanan dan kabar duka cita tinggal menunggu.

Kisah Arie Hanggara pertengahan tahun 80-an menyedot perhatian publik. Arie tewas disiksa oleh kedua orang tuanya. Sungguh, ternyata kalau dilihat jejak digital di tahun 2019 ini, ada begitu banyak Arie lain yang tewas mengenaskan dengan berbagai variasi untuk menghadap Sang Pemilik Kehidupan. Ini dilakukan ibu, klik pranala. Ini dilakukan bapak, klik pranala. Dan masih banyak lagi.

Selain mati secara memilukan. Tak kalah sadis, anak dieksploitasi. Disuruh mengemis. Ketika hampir semua temannya sekolah. Anak dibawa untuk mengemis sebagai cara mencari empati. Anak disuruh jualan agar menarik belas kasih berlebih. Sungguh orang dewasa itu maha kreatif untuk menjual anaknya ataupun anak-anak untuk meraup keuntungan ekonomi.

Apa yang ada dalam pikiran, hati orang tua ketika hanya punya uang untuk makan tiga hari dan ongkos, sedangkan sang anak minta dibelikan es krim? Apa yang ada dalam benak orang tua  ketika seorang anak memakai gaya bahasa, "enak ya Buk anggur. Baru sekali aku makan anggur diberi oleh si ...," kata anak.

Peluklah anak itu. Merangunglah dalam hati atas nama cinta Sang Pemberi Kehidupan. Janjikanlah dengan berbisik suatu waktu kalau ada uang maka kau akan mencicipinya lagi. Jangan marah apalagi sampai malu kalau saat itu memang kita tak mampu.

Satu cerita menggelitik ketika seorang bapak menyisihkan uang makannya untuk membelikan Es Krim Magnum yang dulu sangat dahsyat. Ketika uang terkumpul ternyata es krimnya habis. Butuh tiga hari dan setiap sore usai pulang kerja, bapak itu selalu menjelajah toko-toko untuk mencari  Magnum. Ketika melihat anaknya menikmati Magnum. Ada yang lepas dalam dirinya. Bahagia. Beban itu, janji itu terlaksana.

Ketika anak-anak bersosialisasi dan mereka bermain sepeda. Seorang bapak hanya mampu membelikan sepeda bekas di pinggir jalan. Si anak ternyata tak komplain dengan sepeda bekas. Siang bolong  si anak malah tertawa belajar main sepeda.

Sederhana. Cintailah anakmu dengan sederhana. Cukuplah melihat segala sesuatu dengan cinta. Peluklah dan kecuplah dia.  Sampaikan keterbatasan ekonomi kita. Sampaikan cita-cita kita dan cita-citanya. Pompa semangat untuk menjalani hidup dan berbagi.

Mulailah dari meja makan. Hanya ada satu bungkus gado-gado. Si anak diminta untuk makan duluan. Dia tak mau makan. Makan bareng-bareng. Sebungkus berdua. Ibunya luluh lantak dalam hati ketika sore itu pulang dengan oleh-oleh makanan yang seharusnya jatah makan siangnya. Perutnya yang keroncongan jadi kenyang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline