Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Akar Rumput yang Tak Terpuaskan oleh Persahabatan Jokowi-Prabowo

Diperbarui: 14 Juli 2019   23:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua tokoh sentral dalam kontestasi Pilpres Indonesia 2019 sudah bertemu. Jokowi dan Prabowo sudah menunjukkan kenegarawanannya. Suasana akrab.  Tidak di Istana, tidak di Kertanegara. Justru di MRT.

Sebuah titik pertemuan yang akan dicatat dalam sejarah perjalanan bangsa. Di ruang publik bukan di ruang privat. Semua begitu cair.

Bahkan warga yang menjadi saksi pertemuan itu ada yang berteriak,  we love you.  Tepuk tangan. Suka cita. Tidak ada yang merengut, marah. Mereka justru ikut berbahagia dengan pertemuan itu. Mereka bahkan seperti tak ingin agar pertemuan itu cepat berakhir.

Naik MRT  so sweet. Sebuah akhir yang indah dari kontestasi yang melelahkan. Dan betul mereka berdua adalah sahabat. Sahabat yang bisa meletakkan di mana saatnya kontestasi dan saatnya bersilaturahim.

Makan bareng di Sate Senayan. Disaksikan oleh publik. Mereka tidak kucing-kucingan. Mereka berdua terbuka.

Sayang sungguh sayang. Suasana yang begitu indah, bahagia dan menyejukkan itu belum sampai di akar rumput. Masih ada saja yang berkata cukup nyelekit dengan pertemuan Prabowo dan Jokowi. Mereka sepertinya belum  move on.

Berhubung lagi di Puncak Bukit Barisan Sumatra, penulis berlari ke puncak ketika kaki kupu-kupu mengabari ada pertemuan Jokowi-Prabowo. Nonton live streaming, kebetulan Metro TV kemarin, ada yang bahagia dengan pertemuan itu, ada juga yang masih belum move on. Ada yang kecewa, pasti. Toh mereka berdua tidak bisa memuaskan semua kepentingan pendukungnya.

Bagi mereka yang kecewa dengan pertemuan dua tokoh yang sudah menunjukkan kenegarawanannya maka patut dipertanyakan nasionalismenya sebagai warga negara. Beda pandangan politik biasa saja dan dijamin oleh negara tetapi kalau sudah memaksakan kehendak maka itu sudah melanggar konstitusi negara. Di manapun di dunia ini, aturan itu ada.

Kalau ada #penghianat, sungguh aku kecewa. Terlepas #penghianat, salah menurut KBBI, tetapi menurutku sudah tak patut, tak baik. Dalam berpolitik, dalam berdemokrasi, nilai-nilai moral dan juga etika dalam berkontestasi tetap harus dipegang teguh.

Hillary Clinton dalam pidato kekalahannya dari Donald Trump (9/11/2016) lalu menjadi begitu fenomenal dan mengharu biru. Klik ini. Kekalahan memang menyakitkan tetapi itulah demokrasi dan harus bangkit untuk mencapai tujuan lain yang lebih besar bagi bangsa dan negara. Semua harus mengikuti rule of law yang sudah disepakati.

Membangun Indonesia menjadi lebih baik bagi semua adalah lebih besar dan mulia daripada berseteru tak habis-habisnya. Apakah kita lupa kalau kepentingan pribadi masih kalah dengan kepentingan lain yang lebih besar, kepentingan negara misalnya. Bukan untuk memajukan kepentingan diri sendiri ataupun kelompok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline