Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Tak Cuma Makan di Tempat, Kini Pempek Palembang "Take Away" pun Dikenakan Pajak

Diperbarui: 11 Juli 2019   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pempek Dos I Foto: OtnasusidE

Beberapa hari terakhir, banyak teman yang ngirimin tautan berita mengenai pempek makan di tempat ataupun dibungkus kena pajak 10 persen. Itu merupakan Perda Kota Palembang Tahun 2002 tentang Pajak Restoran.

Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang, Sulaiman Amin usai memantau pemasangan e-tax mengungkapkan untuk pembelian pempek yang dipaket atau dibungkus akan dikenakan pajak. "Selama ini hanya makan di tempat yang dilaporkan. Tapi makanan yang dibungkus tidak. Sekarang rumah makan dan pempek kita kenakan pajak," kata Sulaiman (sumber).

Teman-teman heboh. Warganet heboh. Hebohnya itu yang bikin bingung. Kok heboh padahal itu Perda Tahun 2002. Sekarang ini tahun 2019. Sudah 17 tahun Perda itu, lalu kok hebohnya sekarang.

Kalem saja kenapa? Ada warganet yang menggaitkan dengan hutang negara sehingga apa-apa dipajaki. Ada juga yang bilang apakah pemerintah tidak kreatif mencari uang. Banyak komentar-komentar lainnya tetapi hampir semuanya cenderung menyalahkan pemerintah. Pemerintah pusat.

Aneh. Aku bingung juga karena ada beberapa teman itu ASN. Madak i dak ngerti mana pajak pemerintah kabupaten/kota, pajak provinsi, pajak pemerintah pusat. Kalau warganet yang majemuk dengan segala latar demografinya dimaklumi.

Ini ada tautan pengetahuan mengenai jenis dan macam pajak. Tautannya lumayan untuk membuka wawasan agar sebelum berkomentar mbok ya mikir dulu. Jangan asal komentar. Coba klik ini.

Pajak restoran itu dipungut dan masuk kas kabupaten/kota. Pajak restoran itu disebut dengan PAD alias pendapatan asli daerah. Semakin besar PAD sebuah kabupaten/kota maka tunjangan operasional bupati/wali kotanya akan semakin besar pula.

Ada aturannya itu. Sah. Ada loh, tunjangan jabatan gubernur/wakil gubernur mencapai Rp 4 miliar lebih. Selain itu ada juga insentif pajak dan retribusi. Silahka di-googling.

Apakah hanya gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota saja yang menikmati kue PAD. Tidak. Pejabat di bawahnya mulai dari Sekda sampai ke staf, menikmati apa yang namanya TPP alias Tambahan Perbaikan Penghasilan. Sekda sebuah kota itu bisa bawa pulang Rp 80 juta. Sah. Di luar gaji pokok dan diam-diam ya, ada juga Tukin alias Tunjangan Kinerja.

Mumet ra endasmu. Puzzing nggak kepala. Mentak palak tu. Tenang. Loh, itu rezekinya. Jadi berkarir di ASN itu menarikkan. Semoga mereka tetap amanah dan melayani kita-kita yang membayari tunjangan mereka.

Jadi kalau ada warga yang misuh-misuh soal pajak restoran. Janganlah. Karena sebenarnya bukan hanya untuk tunjangan jabatan, insentif pajak dan retribusi, tambahan perbaikan penghasilan dan tunjangan kinerja tetapi ada juga untuk ngecor jalan, ngaspal jalan, bangun jembatan, buat lampu penerangan dan kegiatan publik lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline