Dulu waktu SD kami paling takut dengan guru. Dari jauh kalau ada guru lewat biasanya kami menyingkir. Ada guru lewat kami berhenti dan memberi salam. Sungguh, dulu guru bagi kami adalah orang yang sangat dihormati sekaligus ditakuti.
Duduk di kelas dengan tangan di atas meja. Semua rapi. Duduk di kelas dengan sikap hormat setiap kali guru masuk ke dalam kelas. Berdoa sebelum memulai pelajaran.
Membaca, berhitung mulai dari menambah mengurang, mengali dan membagi dipelajari mulai dari kelas satu sampai kelas tiga. Di kelas satu, bagi yang tak bisa membaca di kelas satu, ini budi, ini ibu budi, ini bapak budi ya harus berdiri di depan kelas sampai sekitar 40 siswa menyelesaikan membaca satu satu, satu halaman mata pelajaran.
Kalau berdiri depan kelas malunya minta ampun. Aku sendiri pernah mengalami bersama sekitar 20 siswa lainnya. Salah seorang teman yang tinggal di dekat rumah melaporkan kalau aku berdiri di depan kelas tidak bisa membaca.
Tahukah hukumannya adalah aku kena jewer di kuping dan di paha. Kuping panas memerah dan pahaku membiru.
Usai Maghrib aku pun di drill untuk dapat membaca tanpa mengeja lagi. Pokoknya harus baca lancar jaya. Tidak lagi pakai eja mengeja perkata.
Pagi dibangunkan pukul 04.00 kemudian mandi pagi air sumur yang dinginnya brrrrrreeerrrr. Belajar lagi dan kemudian baru ke sekolah. Ini dilakukan seminggu berturut.
Apakah itu penyiksaan? Tidak tuh bagiku. Karena kalau tidak begitu aku tidak akan bisa baca tulis. Sedih ia. Tetapi orangtuaku bilang, "kalau kau mau bisa apapun maka kau harus belajar keras".
Bu R yang aku ingat, he he he di kelas dua. Dengan mistar kayu sepanjang satu meter setiap hari Senin dia akan berdiri di depan kelas dan akan memeriksa satu persatu kuku-kuku siswa. Bagi yang lupa potong kuku terima nasib kena pukul tuh telapak tangan.
Demikian pula dengan hitung kali-kalian. Bu R akan dengan tegas sebelumnya untuk memberikan tugas kepada siswa-siswanya kalau besok akan ada hapalan kalian. Jadi jangan harap akan lolos bagi yang tak hapal. Satu-satu siswa akan dipilih secara acak bukan berdasarkan absen untuk maju ke depan.
Bagi yang lolos akan tersenyum. Bagi yang gagal kita disuruh memilih untuk tegak sampai seluruh siswa selesai atau duduk dengan merelakan paha ditablek satu kali dengan mistar satu meter. Aku milih tegak sampai bel pulang sekolah dipukul karena siswa terakhir yang maju ke depan kelas untuk hapalan kalian persis menjelang bel terakhir.