Lihat ke Halaman Asli

OtnasusidE

TERVERIFIKASI

Petani

Impor Pemimpin

Diperbarui: 6 September 2016   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semoga engkau masih ingat dengan sumpahmu dan juga dengan Sang Saka Merah Putih yang pernah kau pegang dan cium dengan khidmat, ketika kelak engkau menjadi pemimpin di manapun

Tahun 2013 aku bersama teman-teman berjalan-jalan ke Kecamatan Kota Agung, Lahat. Daerah yang subur dengan persawahan yang hampir tak pernah kekurangan air. Mau membuat sawah panen setahun dua kali bahkan tiga kali pun bisa. Mau membuat kolam ikan berair deras juga bisa.

Sebuah mukzizat. Kalau mau dikatakan tongkat kayu jadi tanaman  ya  di sinilah. Salah satu pojok di puncak punggung Bukit Barisan Sumatra.

Terus terang aku mengagumi keindahan dan keramahan warganya. Sebuah perpaduan antara alam dan manusia yang sampai saat ini selaras.

Setelah ngobrol ke sana ke mari dengan seorang kepala desa. Diketahui kalau sang kepala desa adalah warga Lahat tetapi lahir di desa tempatnya memimpin saat ini.

Dirinya menjadi kepala desa karena diminta langsung oleh tokoh-tokoh masyarakat desa untuk memimpin desa ini. “Warga sampai datang ke rumah ke Lahat. Minta aku jadi kades. Sungguh aku tak terbayang untuk jadi Kades waktu itu. Sempat kuabaikan tetapi tokoh-tokoh masyarakat dan juga warga banyak yang datang ke Lahat memintaku untuk memimpin desa,” jelasnya.

Akhirnya permintaan warga dituruti. Singkat cerita, sang calon kades lalu ikut Pilkades melawan kotak kosong. Menang. Oleh warga lalu dibuatkan rumah sederhana untuk tinggal di desa.

Sang kades pun mengabdi dan bertemu dengan kami. Satu pertanyaan yang kuajukan waktu itu adalah, “apakah tidak ada orang lagi di desa yang mau jadi Kades?” Sang kades pun tertawa. “Mereka ingin mencari orang yang bisa amanah dan juga bisa mengayomi dan ada kalau sang kades dibutuhkan.”

Loh  kan  masih tinggal di Lahat yang jaraknya sekitar satu jam perjalanan naik motor. “Kadang tinggal di Lahat, terkadang tinggal di desa. Bahkan pernah satu waktu aku sudah di Lahat baru sampai di rumah di Lahat, balik lagi ke desa karena warga butuh aku.”

Aku dan teman-teman pun cuma bisa menggelengkan kepala. Kok bisa terjadi begini. Sungguh itu kejadian tiga tahun yang lalu.

Bahkan satu hari ketika aku masih aktif menjadi kontributor di sebuah stasiun televisi swasta, kepala stasiun yang sudah jengkel dengan pola tingkah para pemimpin bangsa ini mulai dari pusat hingga ke daerah demikian pula dengan wakil rakyat, mengungkapkan “sudahlah  ngabisi  duit  be  pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pilih segala macam pilih kalau masih  mikirin  perut sendiri bukan mikirin  perut rakyat. Kita  sewo  be  pemimpin dari luar. Baru maju bangsa ini,” katanya kesal waktu itu.

Susah mencari pemimpin. Lalu ke mana orang-orang yang punya kemampuan memimpin ini? Pertanyaan mendasarnya adalah apakah sudah tidak ada lagi orang yang bisa memimpin? Krisis kepemimpinankah kita?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline