Lihat ke Halaman Asli

Ananto W

saya orang tua biasa yang pingin tahu, pingin bahagia (hihiHI)

PM Australia Didenda Karena Tidak Memakai Pelampung

Diperbarui: 16 April 2018   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang lelaki menaiki sampan karet dekat rumahnya di Sydney Harbour. Ia bergerak sekitar 20 meter tidak mengenakan pelampung dari rumah tepi laut yang mewah di lingkungan kaya Point Piper, Sydney timur. Surat kabar The Autralian memuat fotonya. Ketahuan ia melanggar peraturan.

Lelaki itu bernama Malcolm Turnbull, Perdana Menteri Australia dari partai Liberal.

Ia lalu menulis di Facebooknya seperti berita ini dikutip dari laman The Telegraph (29-12-2017) :  "Keamanan di air sangat penting terutama di bulan ini seperti ketika saya dikenali hari ini. Kita harus sangat hati-hati terhadap peraturan memakai pelampung. Kemarin saya menaiki sampan karet dari dermaga ke pantai -- hanya kurang lebih 20 meter dan saya tetap berada dekat pantai."

"Saya tidak memakai pelampung, tetapi NSW Maritime menerangkansaya hari ini ketika saya telpon, karena saya berada di sampan karet sendirian, meskipun jaraknya dekat, peraturan NSW (New South Wales) mengharuskan saya memakai pelampung."

"Aturan itu seringkali teknis sekali, tetapi tujuannya membuat kita aman sehingga kita harus mematuhinya. Maka pelajaranya, saya harus memakai pelampung di sampan meskipun saya tidak jauh-jauh dari pantai. Seperti ketika saya mengendari kayak."

Perdana Menteri itu didenda $250.

Australia tergolong negara demokrasi maju . Boleh dikatakan demikian, maka pejabatnya menghindari konflik kepentingan meskipun untuk perkara kecil yang dikategorikan tipiring (tindak pidana ringan) yang hukumannya denda. Perkara kecil itu menjadi besar dengan lensa media yang suka mencari berita. Justru dengan mematuhi peraturan, seorang pajabat bisa menaikkan pamornya.

Dalam penelitiannya tentang budaya, Prof. Geert Hofstede memberikan skor untuk jarak kekuasaan (power distance) Indonesia sebesar 78. Angka itu menunjukkan hubungan antara bawahan dan atasan yang cukup jauh. Atasan memberikan perintah, arahannya ditunggu oleh bawahan untuk dilaksanakan. Sedangkan angka itu untuk Australia sebesar 36 yang berarti masyarakat Australia lebih egaliter.  

Jarak bawahan dan pemimpin yang cukup jauh di Indonesia memberi dampak yang kuat bahwa pemimpin itu menjadi panutan. Perilaku dari pemimpin menjadi contoh. Pemimpin yang menjadi pejabat dengan begitu harus bisa menjadi panutan. Selain kompeten ia semestinya mempunyai standar etika yang tinggi. Hal ini yang seringkali terlewatkan oleh para pemimpin. Pada saat berkuasa mereka memberikan contoh perilaku yang buruk sehingga banyak orang menjadi tidak merasa bersalah untuk melanggar hukum  

Baru-baru ini berita pemilik mobil yang diderek menelpon Gubernur DKI menjadi viral. Dalam konteks Indonesia hal itu bukan contoh yang baik bagi seorang calon pemimpin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline