Lihat ke Halaman Asli

Komitmen Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah

Diperbarui: 9 Januari 2016   14:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini, banyak kalangan menilai bahwa agenda kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia, khususnya pada tataran pemerintahan tingkat lokal masih sebatas jargoan semu dan hanya menyentu persoalan teknis belaka. Hal ini disebabkan karena minimnya pemahaman terhadap keseluruhan aspek yang menjadi upaya prioritas kebijakan reformasi birokrasi sendiri. Rencana aksi yang di jabarkan dalam Road Map Reformasi Birokrasi bahkan belum menemukan arah dan strategi guna memperbaiki berbagai persoalan-persoalan mendasar dalam tubuh birokrasi.

Selain itu, kita juga bisa menyaksikan bahwa di tingkatan pemerintahan daerah sampai saat ini, tantangan utama yang dihadapi masih berputar pada masalah rendahnya kinerja dan integritas pelayanan publik, prosedur dan mekanisme kerja yang berbelit-belit, kualitas SDM aparatur sipil negara yang masih minim, serta masih banyak dijumpai tindakan-tindakan yang berindikasi penyimpangan dan KKN. Berbagai masalah ini membuat tata kelola birokrasi di tingkat pemerintah daerah menjadi tidak sehat. Dampak lebih lanjut, banyak kebijakan pembangunan yang tidak berjalan maksimal dan ditemukan pula banyak penyimpangannya. Kondisi seperti ini bisa dikatakan sangat memprihatinkan apabila tidak ditanggapi secara serius.

Evaluasi perlu dilakukan
Kebijakan reformasi birokrasi sebenarnya menjadi salah satu kunci dalam menciptakan keberhasilan pembangunan baik di tingkat lokal maupun nasional. Salah satu point penting dalam 9 agenda prioritas Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK dan RPJM 2015-2019 menjadi landasan dasar untuk meningkatkan kembali komitmen bagi terwujudnya implementasi kebijakan reformasi birokrasi baik di tingkat nasional maupun di daerah.
Menurut Eko Prasojo Guru Besar FIA UI dalam opininya bertajuk Birokrasi dan Pembangunan (Kompas 20 Mei 2015) mengatakan bahwa dalam melakukan reformasi birokrasi, pemerintah tidak boleh terjebak dengan fenomena gunung es. Apa yang terlihat di permukaan (lautan) birokrasi hanyalah simtom dari berbagai persoalan besar dalam struktur, kultur, dan proses bisnis di dalam (lautan) birokrasi yang telah tertanam dan mengakar sangat lama. Sementara itu, Presiden Jokowi pada dalam harian Kompas, Jumat (5/12/2016) lalu mengatakan bahwa reformasi birokrasi berupaya membangun mentalitas baru birokrat atau aparatur sipil negara (ASN) untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan antarnegara. Jokowi pun menambahkan bahwa reformasi birokrasi harus menciptakan aparatur birokrasi yang bekerja cepat dan bergegas untuk mengatasi ketertinggalan ekonomi dan layanan publik serta perizinan di berbagai bidang. Reformasi birokrasi harus mendorong pemerintahan untuk lebih berorientasi pada hasil (result oriented government) dan tidak sekadar proses.
Kebijakan reformasi birokrasi hingga tingkat pemerinthan lokal/daerah mestinya perlu untuk segera dilakukan sebuah evaluasi secara total dan menyeluruh. Mengingat evaluasi kebijakan ini akan menghasilkan informasi tentang nilai-nilai yang telah tercapai dari seluruh mekanisme pelaksanaan kinerja kebijakan reformasi birokrasi yang selama ini berjalan. Selain itu evaluasi diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan lanjutan terhadap seluruh aspek yang menjadi prioritas pencapain reformasi birokrasi di tingkatan pemerintahan lokal/daerah. Membangun birokrasi pemerintahan lokal yang berdaya saing merupakan sebuah tantangan guna menciptakan pembangunan kualitas SDM, infrastruktur, ekonomi lokal yang kuat dan berorientasi global.

Pola Pikir (Mindset)
Salah satu hakekat mendasar dari reformasi birokrasi yakni terletak pada bagamana menciptakan perubahan pola pikir (mindset) para pemimpin dan seluruh aparatur yang ada. Perubahan pola pikir (mindset) ini akan sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan budaya kerja birokrasi. Selain itu, perubahan pola pikir (mindset) menjadi tolah ukur dalam menciptakan birokrasi pemerintahan yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, bersih dan bebas dari KKN, memiliki kinerja yang tinggi, serta mampu melayani publik.
Reformasi birokrasi harus merubah mental birokrasi yang priyayi menjadi birokrasi yang berorientasi melayani. Reformasi birokrasi juga harus membongkar pola pikir dan mentalitas lama aparatur sipil negara sehingga lebih terbuka menyingkapi berbagai tantangan pembangunan yang ada. Oleh sebab itu, perlu ada kesadaran dan kemauan serius dari aparatur birokrasi agar berkomitmen penuh dalam mewujudkan perubahan pola pikir (mindset) ini.

*Yustinus Oswin M

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline