Lihat ke Halaman Asli

Idul Fitri di Tanah Rantau

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

140591820593977780

[caption id="attachment_316235" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Oshien Photo"][/caption]

Aroma mudik mulai tercium. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk mencium aroma itu. Meski hanya sekedar mencium aroma itu, setidaknya masih bisa merasakan aroma lima tahun yang lalu. Dan ini tahun ke enamku idul fitri di tanah rantau. Yang membedakan mungkin hanya pulau saja. Lima tahun berturut-turut merasakan idul fitri di tanah jawa, daerah keraton juga tepatnya Keraton Ngayojogkarto (Yogyakarta). Dan tahun keenam ini merasakan idul fitri di tanah Keraton Buton (Baubau).

Idul fitri yang berarti kembali ke fitrah, itulah arti sebenarnya. Idul fitri dijadikan ajang silaturahim dengan fashion, makanan dan minuman yang sedikit elegan. Momen idul fitri juga dijadikan umat islam sebagai hari berkumpulnya sanak keluarga. Hari dimana semua orang saling berjabat tangan, tersungkur didepan kedua orangtua untuk meminta dan memohon maaf.

Ini sebenarnya bukan masalah idul fitrinya, tapi lebih kepada tanggung jawab dan kebahagiaan. Tanggung jawab dan kebahagiaan untuk mereka yang sayang padaku. Mereka yang selalu menjadi motivasi dan inspirasi untukku. Mereka yang selalu menyebut namaku dalam setiap doanya. Kebahagiaan mereka adalah cita-citaku yang pertama dan pertama. Bukan karena balas budi ataupun apalah itu. Tapi inilah cita-cita yang ingin kuwujudkan untuk mereka, apapun akan kukorbankan untuk mereka yang sayang dan cinta padaku. Akupun tak seperti sekarang ini, jika bukan karena doa dan support mereka. Mereka adalah Bapak H. Abd. Razak dan Mama Hj. Nurjannah dan saudara-saudaraku tersayang.

[caption id="attachment_316237" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Aan Photo"]

1405918327339936193

[/caption]

Dua puluh enam tahun bersama mereka bukanlah hal yang mudah. Perbedaan pendapat kadang membuatku sedih, karena aku merasa telah mengecewakan mereka. Aku adalah anak ke delapan dari Sembilan bersaudara. Anak perempuan bontot, yang biasa di panggil dengan sebutan cengeng J. Merasakan idul fitri di tanah rantau itu bukanlah hal yang menyenangkan. Akan tetapi harus membuat suasana menjadi menyenangkan. Dan tak semua orang tahu bagaimana membuat suasana itu, dan itu kembali ke diri individu masing-masing. Sedih itu sudah pasti, senang itu gak mungkin.  Karena hampir semua orang berharap untuk bisa merayakan idul fitri bersama keluarga. Akupun berharap seperti itu. Tapi mungkin belum sekarang.

Aku memulai karirku di akhir tahun 2013, tepatnya di bulan Desember. Tiga bulan pertama bekerja sebagai staf tata usaha di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeristas Muhammadiyah Buton. Pada bulan ke empat diangkat menjadi dosen tetap di prodi Bimbingan Konseling. Aku sangat bersyukur karena dalam menempuh studi S1 dan S2 diberikan kemudahan, dan setelah selesai menempuh S2 langsung bekerja. Hal tersebut merupakan anugerah terindah, dan semuanya berkat doa dan support orangtua.

Idul fitri di tanah rantau merupakan hal yang sudah biasa bagiku, meskipun sebenarnya terselip rindu dihati untuk kembali ke tanah kelahiran berkumpul dan bercengkrama bersama keluarga. Buton, sebuah pulau di provinsi Sulawesi Tenggara termasuk pulau yang indah yang pernah saya datangi. Setengah tahun lebih sudah saya berada di pulau ini, sedikit banyak telah ada pengalaman. Sementara ini masih merasa nyaman, untuk berada di kota ini. Kota ini menjadi tempat mengadu nasib untuk mereka yang menjadi motivasi dan inspirasiku.

[caption id="attachment_316241" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Oshien Photo"]

14059185452142086965

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline