Selama ini ada begitu banyak metode diet yang ditawarkan di berbagai media sosial, mulai dari penggunaan produk tertentu, pengurangan porsi makan, perhitungan kalori yang ketat dan seterusnya. Saya sendiri ingin sekali mencoba salah satu metode itu, apalagi kalau melihat bukti keberhasilan pada kenalan yang sudah menjalani metode diet tersebut. Tapi niat itu tidak juga terwujud, sampai sekitar empat tahun yang lalu, secara tidak sengaja saya menemukan metode diet yang sesuai untuk saya.
Awal kejadiannya itu dimulai ketika sehabis buka puasa, saya makan bubur manado. Secara logika, bubur tidak sepadat nasi, jadi saya pikir tidak apa-apa.
Setelah selesai makan, saya merasa sulit bernapas. Saya merasa perut saya akan meledak. Rasanya makanan yang baru saya telan akan keluar lagi. Satu-satunya hal yang bisa melegakan tekanan itu hanyalah berbaring. Dengan berbaring saya bisa bernapas normal lagi. Keadaan itu perlahan menghilang dalam beberapa jam kemudian.
Menurut analisis saya, saya mengalami kondisi kekenyangan yang melewati batas kemampuan perut saya. Barangkali setelah dibiarkan kosong selama beberapa jam menjalani puasa, lambung saya tidak sanggup menerima porsi makan normal.
Setelah hari itu, saya merasa kapok. Saya tidak mau lagi mengalami hal yang menyiksa seperti itu. Jadi saya mengganti porsi makanan buka puasa dengan segelas teh panas manis dan beberapa potong kue atau gorengan. Ditambah juga dengan beberapa gelas air putih. Tak ada nasi. Tak ada makan malam. Saya beribadah dan tidur seperti biasa. Pada saat sahur, saya makan banyak, seperti porsi makan siang atau makan malam pada saat tidak sedang menjalani ibadah puasa.
Itu saya lakukan selama bulan Ramadhan. Siklus haid saya adalah 27 hari, jadi singkatnya, selama tiga minggu saya menjalani pola makan seperti demikian.
Hasilnya mengejutkan. Saya turun 4-5 kilo pada akhir bulan Ramadhan.
Bukan main saya gembira. Saya menjalani ibadah, tapi saya juga mendapatkan keuntungan tambahan berupa pengurangan berat badan. Saya bertanya pada kawan-kawan apakah mereka juga mengalami hal yang sama. Mereka bilang tidak. Dan mereka tidak melakukan pola makan yang saya jalani. Pada saat buka puasa, mereka makan malam dengan porsi yang sama dengan pada saat mereka sedang tidak berpuasa.
Pada Ramadhan berikutnya, saya mengulangi pola makan yang sama. Kali ini sejak hari pertama puasa. Dan hasilnya sama--berat badan berkurang 4-5 kilo.
Sampai saat ini, sudah 5 tahun saya melakukan hal yang sama. Sejak menikah, berat badan saya bertambah 20 kilo. Pengalaman pola makan selama bulan puasa membuat saya berpikir jika saya melakukannya selama empat bulan, saya akan mendapatkan berat badan ideal kembali. Saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli produk diet apa pun, atau menyiksa diri dengan metode penghitungan kalori yang tidak pernah bisa saya mengerti.
Hanya mengubah pola makan dan tetap menjalani aktivitas harian yang normal, saya bisa mencapai tujuan saya.
Tips yang saya jalani untuk mendukung pola makan tersebut sederhana saja: jangan membeli makanan menjelang waktu buka puasa. Pada saat itu kita berada dalam kondisi paling lapar sehingga pikiran logis kalah oleh desakan rasa lapar. Semua yang kita lihat tampak enak. Kita ingin makan semua yang dijual di stan makanan. Kenyataannya, setelah makan satu dua potong gorengan atau kue, kita merasa kenyang. Belilah makanan untuk berbuka di pagi hari. Pada saat itu logika kita belum kalah oleh rasa lapar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H