Lihat ke Halaman Asli

Joseph Osdar

TERVERIFIKASI

Wartawan

Alia, Dr Sedyaningsih, Puan Maharani, dan Bung Karno

Diperbarui: 27 November 2020   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi permpuan yang sedang berbaris. (Foto: Pixabay/Dimitrivestikas1969)

Sejak Indonesia diserbu virus corona, saya lebih banyak tinggal di rumah. Selain karena virus corona, tempat saya sering banjir di musim hujan ini. 

Untuk mengisi waktu di rumah, antara lain membaca buku-buku. Beberapa buku yang menarik untuk dibaca dan kemudian saya beri catatan kecil untuk dijadikan bahan tulisan antara lain adalah, buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Cindy Adams), Perempuan perempuan Kramat Tunggak (Menteri Kesehatan 2009 - 2012 Dr Endang R Sedyaningsih Mamahit) dan Puan Maharani - Matang dalam Kerja Politik (Rahmat Sahid).

Tentu juga saya juga sering mengulangi membaca buku-buku saya sendiri, yakni Sisi Lain Istana jilid I dan II serta Sarung Jokowi dan Wak, Wak, Wak. Masih ada lagi, yakni Melintasi Seribu Stasiun Kereta Api.

Dalam buku-buku ini saya menemukan persoalan prostitusi yang menarik untuk dikemukakan dalam tulisan ini. Dalam buku tentang Puan Maharani (sekarang Ketua DPR), Rahmat Sahid, lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta, antara lain mengisahkan perjalanan kampanye pemilihan legislatif (Pileg) 2009 sampai ke rumah sakit kusta dan tempat-tempat pelacuran atau perempuan penjaja sek komersial di Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.

Berjam-jam, tulis Rahmat Sahid, Puan Maharani berhandai-handai dengan para perempuan penderita kusta, difabel dan para PSK. 

"Di lokasi itu, Puan bercengkerama tanpa jarak dengan beberapa perempuan pekerja seksual itu. Dia bertanya tentang banyak hal, yang tentu saja agak tabu untuk dituliskan di sini," tulis Rahmat Sahid.

Kemudian Puan bercerita kepada tim kampanyenya hasil dialognya dengan para perempuan itu. Menurut Rahmat Sahid, Puan ingat tentang cerita Bung Karno mendapatkan laporan dari seorang asistennya yang menemukan foto Bung Karno di dalam sebuah bilik pelacuran. Ajudan Bung Karno menawarkan kepada Presiden RI pertama itu untuk menurunkan foto itu.

Tapi Bung Karno minta agar foto itu tidak usah diturunkan. "Biarlah foto berbingkai itu hadir untuk menyaksikan betapa menderita rakyatku yang harus mencari nafkah dengan cara seperti itu," cerita Puan penuh khitmat (halaman 67).

Puan, sebagai perempuan, tentu tidak akan setuju dengan praktik prostitusi itu. Puan, kata buku lagi, menyadari prostitusi adalah suatu realitas yang berusia ribuan tahun. 

"Pada Pemilu 2009, Puan memperoleh 242.054 suara. Pemilu 2014, mendapat 369.927 suara. (Tahun 2019, memperoleh 404.034. Tertinggi di antara para caleg dan kemudian jadi ketua DPR)," tulis Rahmat Sahid.

Bandit dan Dewa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline