Lihat ke Halaman Asli

Joseph Osdar

TERVERIFIKASI

Wartawan

Coba Kita Peringati Peristiwa Penyelamatan Bayi RI di Awal 1946

Diperbarui: 9 Juni 2020   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Patung Bung Karno di Stasiun Blitar, Jawa Timur. Saya ambil awal Januari 2020 | Dok. Joseph Osdar

Juni adalah bulan Bung Karno. Tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan rumusannya tentang Pancasila sebagai dasar negara. Tanggal 6 Juni 1901, Bung Karno dilahirkan di Blitar, Jawa Timur. Tanggal 21 Juni 1970, Bung Karno wafat dan dimakamkan di Blitar.

Bicara hal yang menarik tentang Bung Karno bagaikan bercerita keindahan satu persatu dari sejuta bintang di langit. Bercerita tentang Bung Karno adalah kisah Indonesia. Saya memilih satu yang menarik. Saat ini saya ingin bercerita tentang Bung Karno yang memindahkan bayi enam bulan Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta pada tanggal 3 sampai 4 Januari 1946.

"Dan begitulah, di malam gelap tanpa bulan tanggal 4 Januari 1946, kami membawa bayi Republik Indonesia ke ibukotanya yang baru, Yogyakarta, " kata Bung Karno dalam biografi "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" tulisan Cindy Adam edisi revisi tahun 2007 yang diterbitkan Yayasan Bung Karno halaman 284.

Untuk menuliskan kisah perjalanan dari Jakarta ke Yogya ini, saya mencoba beberapa kali melintasi jalur kereta api dan puluhan stasiun kereta api yang dibuka sekitar 100 tahun lalu itu. 

Jalur kereta api dan sekitar 90 stasiun antara Manggarai - Stasiun Tugu Yogyakarta dibuka dan dibangun oleh Perusahaan Pemerintah Belanda Staatspoorwegen (SS) dan perusahaan kereta api swasta Belanda Ooster Spoorweg Maatschappij (BOSS) antara tahun 1887 - 1914. 

Saat itu ada satu perusahaan kereta api Pemerintah kolonial Belanda (SS) dan 18 perusahaan kereta swasta api Belanda. Sampai tahun 1950-an perusahaan perusahaan kereta api Belanda itu masih hadir di Indonesia.

Setiap perjalanan saya selalu saya membawa beberapa buku sejarah tentang kereta api di Indonesia dan buku-buku tentang Bung Karno. Saya pernah melintasi di waktu matahari belum terbenam dan setelah terbenam di lintas perjalanan itu.

Setiap perjalanan selalu saya mendengarkan rekaman lagu sahabat saya, almarhum Franky Sahilatua, "Pancasila Rumah Kita". Kalau ke Purwokerto, Jawa Tengah, Franky selalu naik kereta api.

Suatu saat ketika ia sampai di wilayah Bumi Ayu, Jawa Tengah, Franky mengontak saya lewat telepon genggamnya. Ia menceritakan alam Bumi Ayu yang ia personifikasi keindahan, kemolekannya dan kegagahannya seperti Nyai Ontosoroh (ayunya) atau Bung Karno (kegagahannya). Siapa itu Nyai Ontosoroh, Franky hanya bilang itu wajah Bumi Ayu.

Stasiun Cikampek, tempat perhentian pertama perjalanan Bung Karno dan rombongan ke Yogyakarta, 3 Januari 1946. Hanya lantai stasiun sudah diganti di tahun 2015. Lainnya masih seperti awal 1900-an | Dok. Joseph Asdar

Antara NICA dan Sampah plastik

Banyak perbedaan, antara perjalanan saya dengan perjalanan Bung Karno. Dari buku otobiografi "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat" tulisan penulis Amerika, Cindy Adam, perjalanan Bung Karno dan Bung Hatta serta keluarga mereka dan para menteri, pengawal dan para awak kereta api dipenuhi dengan kecemasan , kekhawatiran dan ketegangan mencekam. Nasib bangsa dan negara baru itu berada di perjalanan mendebarkan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline