Lihat ke Halaman Asli

Damang vs Gamang

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore ini saya berkesempatan berbuka puasa dengan sebuah menu khas Indonesia, duduk satu meja dengan orang asli Indonesia.Di pasar Krusuk – daerah Gadang kota Malang.Sepasang kakek-nenek datang lebih dulu dan memesan soto babat.Saya bersama istri duduk disamping mereka.Memperhatikan kedamaian di raut-raut keriputnya.

Sang nenek menggendong seorang anak dengan selendang meliputinya.Kakeknya mengambilkan kerupuk untuk dicamil.Sesekali mata kami berpapasan, tidak lupa ia melempar senyum.Saya keluarkan gadget dari kantong, mengecek yang tidak-tidak.Begitu pula istri saya.Sementara pasangan kakek-nenek yang besar kemungkinan tidak memiliki HP itu mengobrol mesra, intens, entah tentang apa.Saya dan istri saling asyik dengan gadget masing-masing.

Tidak lama, soto datang.Sang kakek tersenyum pada istri saya, basa basi menawari.Saya pun dijawil, saya menoleh, ternyata ditawari juga, “Monggo.”.Saya tersenyum.Setengahnya heran juga, kok, seperti di kondangan.Situasi yang jarang sekali akan ditemui di restoran-restoran kelas menengah atau keatas sedikit.Lucu saja kalau Anda makan di McD tiba-tiba ditawari makanan orang lain.Bisa jadi burger-nya Anda embat betulan.

Memang menu yang saya pesan lebih repot menyiapkannya. Jadi agak lama.Wangi tahu dan telur yang digoreng sudah memenuhi isi warung.Tapi setelah itu, kan, masih harus dihias-hias, ditambah kecambah, bumbu kacang, dan lain-lain.Sambil menunggu, saya perhatikan kakek yang makannya lahap sekali.Padahal giginya tinggal beberapa saja.Tapi untuk mengunyah babat sepertinya masih sangat kuat.Saya bergeming, apakah mungkin di usia seperti beliau saya masih bisa sekedar jajan makanan pinggir jalan seperti ini?

Dari mana beliau mendapatkan penghasilan untuk memenuhi sebutuhan sehari-harinya.Ya, bukan mengentengkan, tapi di usia yang seuzur itu, melakukan pekerjaan apa, kan, susah juga.Kalau tidak rajin-rajin menabung, nanti di usia segitu mungkin menu sehari-hari yang dapat tergapai tinggal ikan asin.Siapa yang bakal memberi.Masa harus minta-minta dihidupi anak? Diam-diam saya salut juga pada pasangan ini.Wajahnya memancarkan sinar yang damang sekali.Damang itu istilah Jawa.Maknanya tenang, damai, kalem, intinya tenteram-lah.

Sementara manusia modern macam kita ini, kehidupan selalu penuh dengan analisa.Sistematis.Robotisasi.Ujung-ujungnya gamang.Kalau gamang itu idiom Indonesia.Artinya bisa khawatir, resah, gelisah, penuh kekecewaan, dan seterusnya.Kita baru dikabari harga bensin naik, rasanya sudah tidak bakal bisa beli bensin besok-besok.Baru tahu ada satu lagi pejabat korupsi, sudah kuatir apakah instansi kita terkait atau tidak.

Kita galau, takut, tidak yakin besok masih bisa makan atau tidak.Seminggu lagi, sebulan lagi, setahun ke depan, apakah masih punya pekerjaan untuk menghidupi diri.Kita terlalu takut untuk tidak punya bos.Kita terkadang lebih yakin dengan jaminan gaji bos daripada luasnya hamparan rezeki Tuhan yang serta merta.

Ada teman yang sudah 10 tahun tidak berjumpa, tiba-tiba bertemu sudah bawa mobil.Kita khawatir, karena sepeda motor saja kita belum lunas.Orang yang gamang berpikir, nanti sepuluh tahun bertemu lagi pasti dia sudah bawa pesawat.Sementara kita, sepeda motor pun ditarik kembali sama finance.

Tahu telur saya datang, langsung saya kerjakan.Namanya juga buka puasa.Nikmat sekali makan, ada barokah yang tidak terasa di hari-hari biasa.Sang kakek saya lihat sudah selesai, kini menyeruput kopi perlahan-lahan.Damai sekali.Berbagi dengan istrinya.Sempat ada kendala kecil, kopinya kepahitan.Rupanya si penjual lupa kasih gula.Si kakek tertawa lebar, sembari menyodorkan cangkirnya untuk ditambah gula.Kalau bos pabrik celana dalam pasti sudah marah-marah, kopinya disemburkan, “Buih! Buih!”.

Selesai makan, saya seruput minuman saya.Air jeruk hangat.Si kakek menyapa, mengingatkan, “Dicoba dulu, barangkali gulanya lupa juga.”.Saya tersenyum kecut.Kali ini tidak, si penjual sudah introspeksi.Jadilah kami bercengkrama.Cara bicaranya sudah sulit dimengerti.Mesti diulang beberapa kali baru paham.Ditambah lagi suara ribut kendaraan di jalan raya.

Beberapa yang saya tangkap, cucu yang dibawanya itu sudah ditinggal orang tuanya dari umur tujuh bulan.Kini tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kakek-nenek ini.“Ya, jadi semacam anak bungsu,” kelakar si kakek.Orang tuanya kemungkinan tipe anak durhaka.Saya dengar hanya pulang untuk memberi pakaian secukupnya buat si anak.Itu pun kadangkala ditolak mentah-mentah oleh anaknya – yang padahal masih terlalu kecil untuk mengerti apa-apa.Malahan si anak memanggilnya “mbak”.

Tapi, kok, sungguh problematika yang saya dengar itu dikotomis dengan keadaan sejati yang saya lihat.Tidak ada penat atau gamang yang terkesan dari nukilan wajahnya.Tampak biasa-biasa saja.Malah beliau bercerita sambil tersenyum dari awal sampai selesai.Penampilannya yang tawadu dan bersahaja menyenangkan orang-orang yang dihadapinya.Senyumnya murah meriah.Pikiran kita pasti langsung memvonis kakek ini pensiunan pegawai yang dijamin negara.Karena di Indonesia ini secara empiris memang hanya ada dua pilihan untuk selamat.Bekerja pada negara atau berjuang untuk hidupmu sendiri.

Tidak lama, sang nenek mengeluarkan dompetnya, lima puluh ribuan dibayarkan.Mereka pamit.Dengan senyumnya yang tulus, dengan pelajaran berharga tentang kesederhanaan dan ketenangan.Masih sempat sang nenek berkata ingin cari bakso dulu buat cucunya.Sang kakek beranjak, berjalan dengan tangan santai di kantong celana.

Damang sekali.

Benar memang, kalau hati tenang, ikhlas menyerahkan keputusan pada Tuhan, menuruti apa saja kehendak-Nya.Kemudahan akan datang dari arah yang tak terduga.Keputusan memilih damang atau gamang itu di tangan masing-masing.

Porosnya bukan pada keadaan.Tapi pada perspektif menilai keadaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline