Lihat ke Halaman Asli

L’histoire se Repete-26: Serahkan Pada Ahlinya

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Serahkan Pada Ahlinya", begitulah slogan dari pasangan calon gubernur Fauzi Bowo dan Prijanto saat pilkada Jakarta beberapa tahun yang lalu. Fauzi Bowo ;yang sudah sekian tahun berpengalaman di jajaran pejabat DKI Jakarta; tampaknya cukup percaya diri menyebut dirinya ahli dalam menangani masalah-masalah yang menggunung di Jakarta.Sekedar mengingatkan, masalah-masalah di Jakarta begitu berderet-deret seperti masalah kemacetan, transportasi massal, derasnya urbanisasi, persampahan, perumahan kumuh, lingkungan hidup dan ancaman banjir. Mungkin masih ada yang lain, tapi sudahlah, bukan itu inti cerita dalam serial ini he..he.. Nah, ternyata mayoritas rakyat Jakarta dalam alam bawah sadarnya masih menganut konsep Ratu Adil atau Satria Piningit sehingga ketika Fauzi Bowo menyatakan diri sebagai ahli masalah Jakarta serentak mayoritas mendukungnya sebagai gubernur DKI Jakarta. Bukti bahwa mayoritas rakyat Jakarta percaya bahwa Fauzi Bowo-lah solusi atas masalah di Jakarta ini. Entah, janji dan slogan itu apakah sudah terpenuhi sekarang, hanya rakyat Jakarta yang bisa menilai dan merasakannya. Paling tidak mereka sudah membuat keputusan pribadi untuk memilihnya, dan itu sah-sah saja dalam alam demokrasi. Vox Dei Vox Populi. Dari sekian masalah, serial ini akan fokus pada masalah penanganan banjir Jakarta. Harap maklum saja karena Jakarta memang berada di bawah permukaan air laut, seperti negeri Belanda sana. Karena begitu seringnya banjir, makanya di tahun 1920 Prof. H. Van Breen dari Burgelijke Oppenbar Werken Batavia menggagas untuk membangun sebuah kanal yang akan mengendalikan aliran air dari hulu sungai, mengatur volume air yang masuk Jakarta dan kalau perlu mengalirkan air sungai langsung ke laut. [caption id="attachment_213957" align="aligncenter" width="300" caption="Kanal Banjir Barat (sumber: www.beritajakarta.com)"][/caption] Untuk itu di tahun 1922 dimulailah pembangunan Kanal Banjir Barat (entah kenapa orang sering menyebutnya Banjir Kanal Barat, berlawanan dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, kata saya lho he..he..) mulai dari daerah Manggarai, Pasar Rumput dan berakhir di daerah Muara Angke. Karena itulah sekarang kita mengenal Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet sebagai pengendali volume air sungai ke Jakarta. Ternyata itu belum cukup menyelesaikan masalah banjir yang masih sering terjadi. Makanya pada tahun 1973 dibuatlah sebuah master plan untuk membangun Kanal Banjir Timur (lagi-lagi para pejabat itu menyebutnya Banjir Kanal Timur) untuk menyelamatkan Jakarta bagian timur dari ancaman banjir Sungai Cilliwung, Sungai Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, kali Buaran, kali Cakung dan Kali Jati Kramat. [caption id="attachment_213960" align="aligncenter" width="298" caption="Kanal Banjir Timur (sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2009/12/31/20573358/hore....kanal.banjir.timur.tembus.laut)"][/caption] Dengan alasan ketiadaan biaya (butuh 4,9 trilun rupiah, bandingkan dengan skandal Century yang 6,7 triliun rupiah itu) terhentilah gagasan itu sampai kemudian banjir besar melanda Jakarta tahun 2002. Karena itulah makanya di tahun 2003 dimulailah pembangunan Kanal Banjir Timur sepanjang 23,5 km itu. Konon akhir tahun 2010 ini kanal itu akan selesai. Jakarta akan bebas banjir ? Jangan senang dulu deh he..he..karena sang ahli Jakarta sudah menyatakan secara terbuka bahwa Kanal banjir Timur itu hanya akan mengurangi potensi banjir sebanyak 20-40% saja. Baiklah, saya berhenti sampai di sini. Tapi saya ingin memancing Anda dengan pertanyaan, tahukan Anda bahwa apa yang dilakukan oleh Fauzi Bowo itu juga sudah dilakukan oleh salah seorang raja pada 1600 tahun yang lalu ? Tidak percaya, ini dongeng saya. Saya sudah ceritakan dalam serial ke 24 bahwa pada saat Dewawarman VIII memerintah Kerajaan Salakanagara di tahun 348 - 362 M, salah seorang puterinya menikah dengan seorang maharesi dari Calankayana India yang malarikan diri karena kerajaannya dikuasai oleh Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Maharesi bernama Rajadirajaguru Jayasingawarman inilah yang akhirnya mendirikan Kerajaan Tarumanegara pada tahun 358 M yang kelak malah akan menjadikan Kerajaan Salakanagara saat diperintah oleh Dewawarman IX sebagai salah satu bagian wilayahnya. Pustaka Rayjarayja I Bhumi Nusantara mencatat bahwa pada sat itu terjadi peperangan antar Wangsa Pallawa dan Wangsa Salankayana melawan Wangsa Maurya. Maharaja Samudraghupta yang kejam berhasil memimpin Wangsa Maurya mengalahkan kedua wangsa yang lain. Diceritakan wangsa Maurya ini memerintah dengan kejam dan bengis sehingga banyak penduduk India, termasuk keluarga kedua wangsa yang kalah, mengungsi ke segala penjuru daratan di sepanjang Samudera Hindia. Beberapa ratus orang dipimpin oleh Jayasingawarman akhirnya mendarat di Jawa Barat dan mendirikan sebuah komunitas yang diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk lokal di sekitarnya. Karena posisi komunitas ini berada di tepi Sungai Taruma (Sungai Citarum ?!), komunitas ini kemudian mengambil nama Tarumanagara dengan Jayasingawarman sebagai pemimpinnya. Tampaknya keberadaan komunitas ini memancing minat Raja Salakanagara, Dewawarman VIII, yang kemudian menjadikan dia sebagai seorang menantunya. Komunitas Tarumanagara ini kemudian berhasil melebarkan pengaruhnya sehingga kerajaan Tarumanagara menjadi berkembang bahkan melebihi Salakanagara sendiri. Setelah Jayasingawarman meninggal di tahun 382 M pada usia 60 tahun dia digantikan oleh anaknya, Rajarsi Dharmayawarmanghuru. Raja kedua ini memerintah hanya 13 tahun, yaitu pada tahun 382 M sampai 395 M dan kemudian digantikan oleh anaknya, Sri Maharaja Purnawarman. Konon, Purnawarman sudah menggantikan ayahnya sebelum sang ayah wafat dikarenakan sang ayah sudah menyerahkan tahta kerajaan kepada Purnawarman karena dia sendiri sudah memutuskan untuk mengundurkan diri dari urusan duniawi dan menjadi pendeta saja. Mungkin hal seperti inilah yang dulu ingin ditiru Pak Harto yaitu "lengser keprabon, madheg dadi pandhito", entah berhasil atau enggak cita-cita Pak Harto tersebut. Anda yang bisa menilainya he..he... Purnawarman inilah yang akan menjadi raja terbesar Tarumanagara (395 M - 434 M) karena pada masanya dia berhasil mengalahkan semua raja-raja di sekitarnya sehingga dijuluki sebagai "Harimau dari Tarumanagara". Banyak prasasti mengenai Tarumanagara berasal dari masa Purnawarman berkuasa, tanda bahwa dia memang menjadi raja yang sangat berkuasa di masanya dengan wilayah yang lumayan luas. Lalu apa hubungannya Fauzi Bowo dengan Purnawarman ? Sebentar......sabar....saya akan ceritakan kelanjutannya he..he.... Untunglah, sama seperti pejabat-pejabat kita sekarang yang sangat mementingkan pencitraan, sepertinya Purnawarman juga mengerti sekali pentingnya pencitraan yang tampak dari banyaknya prasasti yang ditinggalkannya. Salah satunya adalah yang kita kenal sebagai Prasasti Tugu yang diperkirakan dibuat pada abad 5 M. [caption id="attachment_213953" align="aligncenter" width="180" caption="Prasasti Tugu (sumber: www.wacananusantara.org)"][/caption] Para ahli menamakan prasasti ini sebagai Prasasti Tugu karena ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu Kecamatan Tarumajaya Bekasi. www.wacananusantara.org mencatat bahwa inilah prasasti terpanjang yang sudah ditemukan sebagai peninggalan Raja Purnawarman. Prasasti ini dibuat pada tahun ke 22 masa pemerintahan Purnawarman. Secara unik prasasti ini ditandai dengan adanya pahatan bergambar tongkat dengan ujungnya berupa trisula lalu tongkatnya memanjang ke bawah seakan sebagai pembatas awal dan akhir kalimat di prasasti. Demikianlah tulisan di Prasasti Tugu yang saya kutipkan dari sumber di atas: Pura rajadhirajena guruna pinabhahuna khata khyatam purin phrapya. Candrabhagarnavam yayau pravarddhamanadwavincadvatsa (re) crigunaujasa narendradhvajbhunena (bhuten). Crimata Purnnavarmmana prarabhya Phalgune(ne) mase khata krshnatashimithau Caitracukla-trayodcyam dinais siddhaikavinchakai(h). Ayata shatsahasrena dhanusha(m) sacaten ca dvavincena nadi ramya Gomati nirmalodaka pitamahasya rajarshervvidarya cibiravanim.Bhrahmanair ggo-sahasrena(na) prayati krtadakshino. (Dahulu atas perintah rajadiraja Paduka Yang Mulia Purnawarman, yang menonjol dalam kebahagiaan dan jasanya di atas para raja, pada tahun kedua puluh dua pemerintahannya yang gemilang, dilakukan penggalian di Sungai Candrabhaga setelah sungai itu melampaui ibukota yang masyhur dan sebelum masuk ke laut. Penggalian itu dimulai pada hari kedelapan bulan genap bulan Phalguna dan selesai pada hari ketiga belas bulan terang bulan Citra, selama dua puluh satu hari. Saluran baru dengan air jernih bernama Sungai Gomati, mengalir sepanjang 6.122 busur melampaui asrama pendeta raja yang di pepundi sebagai leluhur bersama para brahmana. Para pendeta itu diberi hadiah seribu ekor sapi.) Ada juga terjemahan lagi yang saya kutip seperti berikut dari situs yang sama (www.wacananusantara.org/6/16/tarumanagara): Dulu kali (yang bernama) Chandrabaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan memiliki lengan kuat (Raja Purnawarman) buat mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di istana kerajaan yang termahsyur. Dalam tahun ke-22-nya dari takhta Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian serta kebijaksaannya serta menjadi panji segala raja, (kini) beliau menitahkan pula menggali Kali (Gomati) yang permai dan berair jernih di tengah-tengah tanah yang mulia Sang Pendeta nenekda (Rajadhirajaguru). Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal 8 paro-peteng bulan Phalguna dan disudahi pada tanggal 13 paro-peteng bulan Caitra; jadi hanya 21 hari, sedang galian itu panjangnya 6.122 tumbak. Selamatan baginya dilakukan oleh para brahmana, disertai 1.000 ekor sapi yang dihadiahkan. Coba bandingkan dengan berita mengenai Kanal Banjir Timur di awal tulisan ini. Mirip kan ? Kalau Kanal Banjir Timur panjangnya 23,5 km dan dibangun dalam waktu 7 tahun , kanal yang dibangun Purnawarman ini panjangnya 6.122 busur atau sekitar 12 km dalam waktu 21 hari. Hebat ya ? Seperti dicatat dalam prasasti tersebut, kanal baru ini dinamakan Sungai Gomati yang mengalir melewati asrama pendeta kerajaan digali dari sungai yang sudah ada sebelumnya yaitu Sungai Candrabhaga yang melewati ibukota kerajaan. Di pinggir Sungai Gomati inilah, Raja Purnawarman membangun candi di lokasi makam (atau tempat melarungkan abu jenasah ?!) Jayasingawarman, kakeknya, sehingga dari sinilah Jayasingawarman diberi gelar Sang Lumah ri Gopati. Demikian pula kala sang ayah meninggal, Purnawarman membangunkan candi di tepi Sungai Chandrabhaga sehingga sang ayah juga digelari Sang Lumah ri Chandrabhaga. Kedua candi ini diberitakan sangat indah sehingga orang tidak menyangka kalau itu sebenarnya adalah makam. Semoga kelak candi ini bisa ditemukan oleh penggalian arkeologis kita. Tak dinyana, beberapa abad kemudian tidak begitu jauh dari lokasi ini juga terdapat kompleks makam yang juga sangat indah (dan tentu saja sangat mewah dan mahal), namanya San Diego. Tampaknya pengembangnya terinspirasi oleh proyeknya Purnawarman ribuan tahun yang lalu ya he..he... [caption id="attachment_213954" align="aligncenter" width="300" caption="Kompleks makam San Diego Hills (sumber: www.sandiegohills.webs.com)"][/caption] Demikianlah, prasasti mencatat bahwa di hari peresmian kanal Gomati, Sang Raja mengadakan upacara pemujaan Astapana di tepi Sungai Chandrabhaga dengan mengadakan kurban 1.000 ekor sapi (mirip dengan yang dilakukan Mulawarman, Raja Kutai ya ? lihat serial ke 25). Tercatat bahwa upacara ini berlangsung besar-besaran dihadiri oleh para keluarga kerajaan, para pendeta, para panglima dan para duta besar kerajaan tetangga. Mungkin nanti upacara sejenis juga akan digelar saat peresmian Kanal Banjir Timur akhir tahun 2010 ini he..he... Sekedar informasi, R.M. Ng. Poerbatjaraka pernah meneliti keberadaan Sungai Chandrabhaga ini. Menurutnya, nama Chandrabhaga terdiri atas 2 kata, yaitu kata chandra dan bhaga. Kata chandra dalam bahasa Sansekerta artinya sama dengan kata sasi (atau bulan) dalam Bahasa Jawa Kuno. Teori ini kemudian berkembang sehingga Chandrabhaga berkembang menjadi "Sasibhaga" yang kemudian diterjemahkan secara terbalik sebagai "Bhagasasi". Menurut arsip jaman Hindia Belanda, akhirnya muncullah evolusi sebutan "Backassie", "Backasie", "Bakassie", "Bekassie", "Bekassi" dan sekarang menjadi "Bekasi". Jadi kemungkinan besar Sungai Chandrabhaga itu ya Kali Bekasi yang kita kenal sekarang ini. Sobat pembaca, tidak semua ahli percaya bahwa bangsa Nusantara kuno pernah membuat kanal sepanjang 12 km hanya dalam waktu 21 hari. Salah satunya Bernard H.M. Vlekke. Dalam bukunya "Nusantara: Sejarah Indonesia" dia menyangsikan bahwa yang diceritakan dalam Prasasti Tugu itu benar-benar proyek penggalian kanal dalam arti harafiah. Dia menduga bahwa itu hanya sebuah mitologi atau kiasan karena dalam mitologi Jawa istilah kanal air biasanya berarti "pemisahan", bukan saluran air sebagaimana yang kita tahu sekarang. Tapi kalau menurut saya nih (yang bukan ahli sejarah he..he..), sepertinya proyek Purnawarman itu benar-benar pembangunan Sungai Gomati, jadi bukan proyek fiktif. Karena dalam catatan Fa-Hien dari Cina juga dikisahkan kekaguman rahib Cina terhadap keterampilan para pedagang Tarumanagara, padahal mayoritas penduduk Tarumanagara adalah peladang berpindah. Secara logika, dengan profesi sebagai petani sementara di catatan lain adanya perdagangan yang begitu maju di Tarumanagara berarti ada fasilitas perdagangan yang dibangun untuk menjadi perantara di antara kedua profesi tersebut. Saya yakin fasilitas itu memanfaatkan kanal Chandrabhaga dan kanal Gomati yang sudah dibangun oleh Purnawarman. Dan ada fakta lain, yang mungkin akan membuat kita dan para pejabat kita malu. Ada sebuah catatan bahwa kanal itu bisa selesai dalam waktu 21 hari setelah penduduk Tarumanagara melakukan kegiatan "karyabhakti", atau yang sekarang kita kenal sebagai "gotong royong". Mereka melakukan itu karena sadar betul bahwa kanal itu selain berguna sebagai sarana perdagangan dan transportasi hasil pertanian juga sangat bermanfaat untuk irigasi pertanian mereka di saat musim kemarau dan sebagai pencegah banjir dari luapan sungai setiap musim hujan. Kalau ini benar, betapa hebatnya para birokrat Raja Purnawarman saat itu sehingga bisa mensosialisasikan proyek ini dengan baik kepada penduduknya sehingga ikhlas melakukan gotong royong. Bandingkan dengan sosialisasi LPG 3 kg yang dilakukan pemerintah kita sekarang he..he...Saya juga angkat topi dengan kesadaran tinggi dari para penduduknya terhadap program pemerintahnya, berarti ada saling percaya di antara mereka, beda dengan situasi sekarang ya he... Baiklah, saya hentikan dongeng saya sampai di sini. Mungkin Anda penasaran kapan sih Nusantara mengenal sistem kasta seperti yang kita kenal sekarang. Atau Anda penasaran kan sekarang banyak orang Hindu yang memandang sapi sebagai binatang suci, kalau suci kenapa pada jaman Kutai dan Tarumanagara dulu sapi dijadikan kurban persembahan ? Kita akan bahas dalam serial berikutnya ya. Salam, Sumber literatur: 1. Bernard H.M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2008. 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Taruma 3. http://id.wikipedia.org/wiki/Gomati 4. Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa 5. http://www.gatra.com/artikel.php?id=101956 6. www.wacananusantara.org (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 3 Agustus 2010)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline