Lihat ke Halaman Asli

Bermula dari Pohon Aren

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam sejarah hidup saya, saya jumpai ternyata 2 kali sudah tulisan saya ditolak oleh dewan redaksi Kompas. Alasan resmi yang tertulis di surat penolakan adalah "Tidak tersedia cukup tempat untuk memuat tulisan Anda". Tapi saya sadar diri bahwa ada sesuatu dibalik alasan penolakan yang halus itu, yaitu kualitas tulisan saya mungkin masih belum sesuai dengan standar Kompas yang terkenal tinggi itu. Beberapa kali saya pernah menemui ada buku yang berjudul "Kumpulan Cerpen bukan Pilihan Kompas" untuk menandingi buku serupa yang berjudul "Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas". Tapi jangan salah, walaupun bukan pilihan Kompas cerpen-cerpen yang ada di dalamnya cukup menarik dan berkualitas juga, jadi kadang saya berpikir sebegitu tinggikah standar penulisan di Kompas ?

Sejak penolakan itu saya tidak pernah lagi berusaha untuk mengirim tulisan ke Kompas, selain karena kesibukan pekerjaan juga karena hobi bergeser ke bidang lain. Tapi semuanya berubah saat ramai isu pohon aren yang diusulkan oleh Prabowo Subianto dalam pilpres yang baru lalu. Tertarik dengan keunggulan pohon aren yang dipromosikan oleh Pak Prabowo, saya berusaha menjelajahi Google yang kemudian menemukan sebuah tulisan Pak Prabowo mengenai pohon aren di Kompasiana. Sejak itulah saya mulai rajin mengakses Kompasiana dan kemudian kepercayaan diri menulis mulai muncul sehingga per tanggal 30 Juli 2009 tulisan pertama saya berjudul "Anggrek Changi Yang Membuat Saya Berdosa" ditayangkan di Kompasiana. Sampai kini sudah ada 25 tulisan yang sempat ditayangkan.

Banyak orang berpendapat bahwa Indonesia terlalu lebar dalam meloncati peradaban. Di saat bangsa-bangsa lain mengalami tradisi lisan, lalu ke tradisi membaca, menulis, menonton dan kemudian berlanjut di tradisi dunia maya di era internet ini, kita malah langsung meloncat dari tradisi lisan ke tradisi menonton dan tradisi internet. Saat tradisi membaca dan menulis belum membudaya di generasi kita, kita sudah kecanduan televisi dan internet. Dalam hal inilah fasilitas blog ala Kompasiana bisa mengambil peran dalam menggairahkan budaya membaca dan menulis di antara kita. Apalagi standar penulisannya sepertinya tidak perlu setinggi Kompas edisi cetak, cukup sebagai pendorong bagi kita untuk percaya diri menulis dan dinikmati forum pembacanya.

Bagi saya Kompasiana menarik karena memberi tempat bagi para tamu, para jurnalis dan penulis publik seperti saya ini untuk menulis. Adanya penulis tamu yang sebelumnya sudah cukup dikenal tentu menjadi poin tersendiri bagi Kompasiana. Apalagi ada persyaratan dari admin untuk penulis publik bahwa hanya tulisan yang mencerahkan saja yang akan dimuat, memberi kesan bahwa setiap tulisan yang ditayangkan hanyalah yang bermutu karena sudah disaring oleh para admin selain tentu malu dong dibaca oleh para tamu kalau tulisan hanya sekedar berkualitas kejar tayang dan mencari sensasi.

Dalam banyak kasus, Kompasiana sudah cukup terjaga kualitasnya sehingga layak menjadi konsumsi seluruh anggota keluarga. Hanya dalam beberapa kasus saja muncul tulisan-tulisan yang agak menyimpang dari desain lolos dari pengamatan admin. Tapi okelah anggaplah ini sebagai riak-riak kecil demokrasi di alam maya yang butuh kedewasaan berpikir, bersikap dan berpendapat.

Seperti yang sudah banyak dirasakan bersama, nyata kelihatan bahwa pancingan Kompasiana berupa daftar peringkat tulisan yang banyak diakses, tulisan yang banyak ditanggapi baik dalam periode harian maupun mingguan cukup membangkitkan kreatifitas penulis untuk menempatkan tulisannya dalam daftar peringkat di atas. Salah satunya judul yang ngeres dan berkonotasi seks, yang memang dari sononya akan selalu memunculkan rasa penasaran untuk dibaca. Padahal seperti membeli DVD seks bajakan yang ternyata hanya sampulnya saja yangngeres sementara isinya sehat-sehat saja, demikianlah tulisan berjudul ngeres di rumah sehat kita bersama ini he..he..Semoga saja ide Kang Pepih untuk menempatkan tulisan bertema seks dalam sebuah feature khusus bisa diwujudkan tanpa harus mendiskreditkan penulis maupun pembacanya.

Mungkin admin perlu menambahkan semacam daftar 10 peringkat tulisan public writer minggu ini pilihan admin sendiri sehingga kita semua bisa membandingkan pandangan admin dan forum pembaca dalam menilai sebuah tulisan. Untuk perbaikan saya pikir tidak merisaukan kalau tulisan kita dinilai oleh dewan admin. Lebih bagus lagi kalau tulisan yang termasuk daftar Top-Ten  pilihan dewan admin tersebut bisa tetap ditayangkan bersama-sama tulisan dari jurnalis maupun penulis tamu sampai minggu berikutnya sehingga bisa lebih lama masa tayangnya.

Saya juga mengusulkan supaya ada bagian arsip yang mudah diakses dalam pencarian artikel sesuai dengan kategorinya juga daftar peringkat kategori berdasarkan jumlah akses dan tanggapannya. Dari sini kita akan mengetahui ke bidang atau kategori apa arah ketertarikan forum pembaca/pengakses. Soalnya ada slentingan bahwa orang Indonesia lebih tertarik ngomong politik ketimbang teknologi atau budaya, makanya kita gampang sekali mempolitisir segala hal he..he..Dengan adanya daftar peringkat berdasarkan kategori ini, anggaplah sebagai penelitian kecil-kecilan mengenai minat forum pembaca sebagai miniatur Indonesia.

Mengamati tulisan saya sendiri, ternyata terbagi atas opini, ide maupun berbagi pengalaman. Tulisan opini biasanya lebih sebagai dorongan spontan saya dalam menanggapi sebuah isu hangat. Seringkali ada kesan meledak-ledak dan terlalu emosional sehingga memancing komentar yang meledak-ledak juga. Tulisan mengenai ide biasanya lahir dari pemikiran berdasarkan pengamatan dan perbandingan suatu data, fakta atau kebiasaan, tulisan seperti ini biasanya perlu waktu agak panjang untuk membuatnya. Sedangkan tulisan berbagi pengalaman biasanya lebih ke arah tulisan ringan dan lucu yang membuat dahi tidak perlu berkerut serius. Saya sih berharap supaya ke depan lebih banyak menghasilkan tulisan mengenai ide-ide segar untuk Indonesia ke arah yang lebih baik. Sehingga kalaupun nama saya sudah ditelan bumi, pemikiran, ide dan pengalaman saya tetap bisa menjadi kenangan abadi karena terdokumentasikan dengan baik di Kompasiana dan tetap bisa diakses oleh siapa pun juga.

Selamat ulang tahun untuk Kompasiana. Harapan saya supaya kelak ada buku-buku dari Kompasiana yang diterbitkan menyusul CROY dan Mbak Surip. Juga Pak JK semoga semakin punya waktu untuk menulis di sini selepas tanggal 20 Oktober nanti. Demikian juga untuk Pak Prabowo, supaya kembali aktif menulis tentang pohon aren dan pohon bambu kayak dulu...karena gara-gara pohon aren Pak Prabowolah saya menulis di Kompasiana ini. Gimana Pak ?!

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 18 Oktober 2009)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline