Lihat ke Halaman Asli

Agama Sebagai Alat untuk Memperkuat POLITIK

Diperbarui: 25 November 2024   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agama telah lama menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, menawarkan pedoman moral, spiritual, dan sosial. Namun, dalam dinamika politik, agama sering digunakan sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan, mendapatkan legitimasi, atau memobilisasi massa. Fenomena ini telah terlihat dalam berbagai peradaban dan terus relevan hingga hari ini, termasuk di Indonesia.

Sejarah Penggunaan Agama dalam Politik

Sejak zaman kuno, para pemimpin sering mengklaim hubungan dengan entitas ilahi untuk memperkuat legitimasi mereka. Firaun Mesir, misalnya, dianggap sebagai perwujudan dewa. Pada abad pertengahan di Eropa, Gereja Katolik memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang layak memimpin. Di dunia Islam, khalifah sering dianggap sebagai pemimpin spiritual dan politik sekaligus, menggabungkan agama dan kekuasaan dalam satu entitas.

Agama sebagai Simbol Identitas Politik

Di era modern, agama sering digunakan untuk membangun identitas politik. Partai politik berbasis agama, misalnya, mengadvokasi kebijakan yang dianggap sejalan dengan nilai-nilai keagamaan tertentu. Hal ini dapat menarik dukungan dari masyarakat yang merasa nilai-nilai keagamaannya terancam oleh globalisasi atau modernitas.

Di Indonesia, fenomena ini tercermin dalam keberadaan partai-partai politik berbasis agama, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) atau Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Agama juga menjadi faktor dalam pemilu, di mana isu-isu keagamaan kerap digunakan untuk menarik simpati pemilih atau bahkan mendiskreditkan lawan politik.

Keuntungan dan Risiko Penggunaan Agama dalam Politik

Penggunaan agama dalam politik dapat membawa keuntungan, seperti:

  1. Mobilisasi Massa: Agama mampu menyatukan kelompok besar masyarakat melalui narasi keimanan bersama.
  2. Legitimasi Kekuasaan: Pemimpin yang dianggap religius lebih mudah mendapatkan kepercayaan dari rakyat.
  3. Penguatan Solidaritas: Identitas agama dapat memperkuat solidaritas antaranggota kelompok dalam menghadapi ancaman eksternal.

Namun, ada risiko besar yang mengintai:

  1. Polarisasi Sosial: Politik berbasis agama sering memecah belah masyarakat ke dalam kelompok-kelompok yang saling berseberangan.
  2. Instrumentalisasi Agama: Agama dapat kehilangan kesakralannya jika hanya digunakan sebagai alat politik.
  3. Diskriminasi dan Intoleransi: Minoritas agama sering menjadi korban kebijakan atau retorika politik berbasis agama mayoritas.

Mencari Solusi: Politik yang Etis dan Inklusif

Untuk menghindari dampak negatif, diperlukan pendekatan yang lebih etis dalam memadukan agama dan politik. Pemimpin harus memastikan bahwa penggunaan agama tidak memarginalkan kelompok lain atau memanipulasi keyakinan masyarakat demi kepentingan pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline