Pertanyaan "Mengapa ada sesuatu daripada tidak sama sekali?" adalah salah satu pertanyaan paling mendasar dan menggelisahkan dalam filsafat. Pertanyaan ini, yang sering dikaitkan dengan filsuf Jerman Gottfried Wilhelm Leibniz, menggugah pemikiran kita tentang eksistensi, realitas, dan sifat dasar alam semesta.
Kompleksitas Pertanyaan
Pertanyaan ini tampak sederhana, namun mengandung beberapa lapisan kompleksitas:
1. Asumsi Ketiadaan: Pertanyaan ini mengasumsikan bahwa "ketiadaan" adalah keadaan default yang lebih mudah dijelaskan daripada "keberadaan".
2. Definisi "Sesuatu": Apa yang kita maksud dengan "sesuatu"? Apakah ini mencakup segala hal yang ada, termasuk ruang, waktu, dan hukum fisika?
3. Kausalitas: Apakah pertanyaan ini mengimplikasikan adanya sebab di luar alam semesta?
Pendekatan Filosofis
Berbagai tradisi filosofis telah mencoba menjawab pertanyaan ini:
1. Argumentasi Teologis
- Argumen Kosmologis: Segala sesuatu yang ada pasti memiliki sebab, dan rangkaian sebab-akibat ini harus berujung pada sebuah "penggerak pertama" atau "sebab pertama" yang tidak disebabkan - yang sering diidentifikasi sebagai Tuhan.
- Kritik: Pendekatan ini sering dikritik karena hanya memindahkan masalah - jika Tuhan ada, mengapa Tuhan ada daripada tidak ada?
2. Necesitarianisme
- Filosof seperti Spinoza berpendapat bahwa keberadaan adalah sifat yang niscaya dari realitas. Tidak mungkin ada "ketiadaan" absolut.
- Implikasi: Jika benar, ini berarti pertanyaan "mengapa ada sesuatu" menjadi tidak relevan, karena keberadaan adalah keharusan logis.
3. Multiverse dan Teori Probabilitas
- Beberapa fisikawan modern berspekulasi bahwa kita hidup dalam multiverse - kumpulan banyak (mungkin tak terbatas) alam semesta.