Korban Kecelakaan
Kemarin sore saat pulang dari kantor, dalam perjalanan menuju Stasiun Sudirman, Jakarta, angkutan umum yang saya tumpangi sedikit terhadang kemacetan di ruas Jl. Jend. Sudirman. Suatu hal yang tidak biasa mengingat biasanya selalu lancar karena masih dalam waktu berlakunya 3 in 1. Ternyata yang menjadi penghambat karena terjadi kecelakaan di jalur busway arah ke Semanggi. Seorang pria yang kabarnya joki 3 in 1 tertabrak bus TransJakarta hingga tewas.
Secara pribadi saya turut berduka cita atas meninggalnya korban, namun disisi lain saya menjadi berpikir betapa masih rendahnya tingkat disiplin masyarakat kita. Akibat kebodohan perilaku dan tidak disiplinnya korban membuat dia harus kehilangan nyawanya. Ya, penyebab korban tertabrak adalah karena korban nekat menyeberang jalan Jend. Sudirman yang padat tanpa melalui jembatan penyeberangan. Ironisnya, jembatan penyeberangan terdekat hanya berjarak sekitar 100m dari lokasi kecelakaan. Jarak yang terlalu dekat jika dibandingkan dengan resiko kehilangan nyawa.
Ini hanya salah satu contoh dari perilaku tidak disiplin masyarakat kita. Jika mau dibikin daftar contoh-contoh lainnya, entah berapa lembar kertas yang harus digunakan. Padahal banyak peraturan yang sudah dibuat untuk mengatur kedisiplinan masyarakat tapi hanya dianggap angin lalu saja. Sayangnya semua orang selalu menyalahkan pihak yang berwenang tidak becus dalam menjalankan tugasnya. Padahal kedisplinan yang baik haruslah datang dari kesadaran diri sendiri, bukan karena takut akan adanya ancaman pidana atau peraturan.
Entah apa yang salah dalam masyarakat kita. Ketika pengendara mobil diwajibkan menggunakan sabuk pengaman, banyak pengendara mobil yang enggan menggunakannya. Padahal itu demi keselamatan mereka sendiri. Atau ketika pengendara motor diwajibkan menggunakan helm, masih banyak masyarakat yang melanggarnya. Helm seharga 150 rb- 350 rb terhitung sangat murah jika dibandingkan harga kepala kita.
Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas pun banyak yang disebabkan tidak disiplinnya para pengguna jalan raya. Entah sudah berapa banyak pengendara motor yang tewas di jalur busway yang sebenarnya terlarang untuk dilalui. Atau berapa banyak kendaraan yang tertabrak kereta karena nekat menerobos pintu perlintasan kereta. Ironisnya, hukum di negara ini pun menjadi kacau balau, karena selalu pihak yang lebih lemah menjadi korban dan pihak yang lebih kuat menjadi dituduh sebagai padahal belum tentu seperti itu kejadiannya. Ketika ada sepeda motor yang tertabrak di jalur Bus TransJakarta, selalu pengemudi Bus TransJakarta yang disalahkan tanpa pernah diperhitungkan bahwa pengendara motor tersebut juga bersalah karena menerobos jalur busway. Atau saat sebuah bus Mayasari tertabrak oleh KRL Jabotabek di Depok beberapa hari yang lalu, di situs humas Polda Metro Jaya yang disebut sebagai pelaku adalah Masinis KRL, padahal menurut Undang-undang yang berlaku, rangkaian kereta harus menempati prioritas utama dan harus didahulukan. Lebih kacau lagi saat 2 orang pengendara motor tewas tertabrak pesawat latih di landasan pacu lapangan terbang Budiarto, Curug beberapa waktu yang lalu. Keluarga pengendara motor justru menyalahkan pengelola bandara Budiarto dan sempat beredar kabar akan menuntut pengelola bandara. Padahal di negara manapun, yang namanya landasan pacu pesawat merupakan daerah steril dan terlarang dari lalu lintas kendaraan yang tidak memiliki izin.
Mungkin inilah kondisi bangsa yang sedang sakit, butuh waktu lama dan konsistensi untuk menyembuhkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H